Hutan Mangrove di Bombana, Rusak

BOMBANA – Hutan mangrove di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) semakin rusak akibat aktivitas perekonomian yang tidak terkendali dan kesadaran pelestarian sumberdaya alam wilayah pesisir yang masih rendah di kalangan lintas pelaku.

Pantauan di Kabupaten Bombana, Minggu (12/11/2017), sebagian besar hutan mangrove di wilayah tersebut telah mengering dan rata dengan tanah. “Dulu hutan mangrove tumbuh subur di sepanjang pinggir laut Desa Mapila dan sebagian wilayah di Desa Watumentade dan Desa Tunas Baru, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana,” ungkap Ismail, warga Desa Watumentade.

Perambahan kawasan hutan mangrove yang dilakukan masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove untuk membuka areal tambak dan penggunaan kayu vegetasi mangrove sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan arang yang dilakukan penduduk asli, karena mahalnya bahan bakar, membuat kerusakan hutan mangrove semakin meluas.

“Belum lagi aktivitas penambangan di sekitar hutan mangrove seperti nikel dan emas, membuat kondisi lingkungan di sekitar hutan dan lingkungan secara umum juga semakin parah,” katanya.

Kerusakan lingkungan pesisir di beberapa wilayah di Sulawesi Tenggara akibat maraknya pertambangan nikel, dinilai kian mengkhawatirkan. Pemerintah harus mulai memisahkan sektor pertambangan dari sektor kehidupan lain, jika ingin semua aspek berjalan selaras.

Kabupaten Bombana memiliki hutan mangrove seluas 11.020,47 hektare, dengan Kecamatan Rarowatu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bombana yang memiliki hutan mangrove seluas lebih dari 3.000 hektar dan sekitar 1.500 ha telah rusak (BPS Kabupaten Bombana, 2008).

Lihat juga...