Jaga Lingkungan, Warga Way Batokh Lestarikan Kearifan Lokal Leluhur

Warga lain yang tinggal sekitar 20 meter dari Way Batokh, Eka (30) mengaku merupakan generasi ketiga warga yang tinggal di wilayah tersebut sejarah kearifan lokal leluhurnya dalam menjaga alam memang tidak lepas dari upaya melestarikan lingkungan.

Lokasi yang dahulunya ditumbuhi pepohonan besar dan besar kemungkinan menjadi lokasi hening untuk berdoa menjadikan Way Batokh masih bertahan hingga kini.

Pembuatan kolam dengan ukuran sekitar 10 x15 meter bahkan kini dimanfaatkan sebagai penampungan dengan sebanyak tiga pintu air yang sebagian mulai dibangun permanen untuk pengairan lahan pertanian. Ratusan pipa pvc dan selang plastik dimanfaatkan warga sebagai fasilitas menyalurkan air bersih gratis sepanjang musim.

“Keberadaan Way Batokh ikut meringankan kebutuhan kami akan air bersih bahkan saat kemarau debit airnya tak menyusut serta sumber Way Batokh tidak pernah dikomersilkan karena dipakai untuk kepentingan masyarakat” cetus Eka.

Upaya menjaga Way Batokh bahkan terlihat dengan tidak adanya sampah yang bertebaran di sepanjang mata air atau saluran air permanen bahkan dengan adanya pohon Derek yang masih tumbuh sebagai bahan untuk shampo atau keramas membuat warga tidak mempergunakan shampo wadah plastik saat mandi.

Bekas sampah plastik sabun bahkan tidak terlihat di lokasi sumber air Way Batokh yang kini dipagar keliling setinggi satu meter lebih tersebut dan berfungsi sebagai lokasi pemandian serta mencuci komunal masyarakat.

Eka memastikan selama ratusan tahun silam Desa Gedung Harta yang erat berkaitan dengan sejarah perjuangan Raden Intan II. Kawasan ini menjadi benteng pertahanan tidak pernah kekeringan berkat sumber air Way Batokh yang mengalir hingga kini di kaki Gunung Rajabasa.

Lihat juga...