Ana Kiden, Kelompok Tenun, Butuh Sentuhan Pemerintah
MAUMERE – Menenun bagi sebagaian besar perempuan di Kabupaten Sikka merupakan sebuah keahlian yang wajib dimiliki terutama para perempuan yang menetap di desa-desa. Sebab kain tenun ikat selalu dikenakan para perempuan dan lelaki dalam setiap acara adat, pesta maupun dalam keseharian.
Menenun juga bagi para perempuan Tana Ai merupakan sebuah kewajiban sehingga membuat para perempuan yang semuanya merupakan ibu rumah tangga memanfaatkan waktu luang membentuk kelompok dan menenun kain tenun ikat, motif Tana Ai, sebutan bagi etnis di bagian timur Kabupaten Sikka ini.
“Memang kami menenun dari bulan Juni sampai September secara penuh dan di saat musim tanam hingga panen kami membantu suami mengurus kebun. Sebab kami tidak mempunyai modal besar untuk membeli bahan tenun,” ujar Maria Aqualina Lewar.
Warga Dusun Wairmitak Desa Nebe ini saat ditemui Cendana News Senin (10/10/2017) menjelaskan, nama Ana Kiden diambil dari bahasa Muhang yang artinya Anak Yatim Piatu dimana kelompok ini terbentuk tanggal 27 Juni 1998 dan saat ini beranggotakan 10 orang ibu rumah tangga yang bermukim di Desa Nebe.
“Kami ingin fokus menenun namun kami memiliki modal terbatas dan sampai sekarang belum mendapatkan bantuan pemerintah sehingga waktu menenun bukan setiap hari sebab kami juga harus urus kebun,” ungkapnya.
Kelompok Ana Kiden, tambah Milixia Melita Mau, mendapatkan bantuan dana dari LSM Plan Internasional untuk modal membeli alat dan bahan untuk menenun juga pinjaman dana dari PNPM Mandiri sehingga dananya bisa dipergunakan untuk modal simpan pinjam bagi anggota.
Dalam sebulan, kata Melita sapaannya, kelompoknya menghasilkan minimal 10 lembar kain tenun ikat yang dijual minimal 300 ribu rupiah bahkan bisa lebih. Namun pihaknya terkendala pemasaran sebab kain tenunnya hanya dijual di pasar Talibura dan pasar Boganatar saja seminggu sekali.