Penanganan Kasus Kekerasan Anak di NTB Perlu Sinergi
MATARAM — Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Barat (NTB) Joko Jumadi mengatakan, selama ini penanganan kasus kekerasan terhadap anak, khususnya terkait Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) seringkali tidak maksimal.
Tidak maksimalnya penanganan kasus kekerasan terhadap anak, karena adanya tumpang tindih dalam penanganan suatu kasus kekerasan anak yang terjadi antara lembaga satu dengan lembaga lain.
“Sehingga dalam upaya penanganan, tidak cukup dilakukan hanya dengan koordinasi, tapi juga sinergi dengan lembaga terkait, termasuk lembaga dan aparat penegak hukum,” terang Joko di Mataram, Senin (21/8/2017).
Untuk itulah, melalui kegiatan pelatihan untuk elatih (training for trainers) kader pendamping saksi dan korban tindak pidana perdagangan orang yang diselenggarakan LPSK sekarang.
Bagaimana sinergitas penanganan, LPSK punya peran, Dinas Sosial memiliki peran temasuk LPA ini yg kita perlukan saat ini, jangan sampai kita banyak potensi tapi malah tumpang tindih dan tidak tersinergikan.
“Padahal kasus kekerasan terhadap anak cukup banyak di Indonesia, termasuk di NTB.
Jangan sampai satu kasus dikeroyok dan diperebutkan untuk ditangani tapi yang lain tidak ditangani, kan jadi masalah,” katanya.
Penanganan kasus secara tumpang tindih juga akan menimbulkan ego sektoral dan merasa lembaganya paling berhak menangani ini, mengingat lembaga yang menangani TPPO sekarang ini banyak.
Untuk diketahui kata Joko, jumlah kasus kekerasan anak di NTB yang ditangani LPA NTB pada 2016 mencapai 150 kasus, sementara pada 2017 mencapai 103 kasus, dan masih didominasi kasus kekerasan seksual.