Selain itu, ujarnya, pasar jambu madu para pendatang dan wisatawan Teluk Meranti.
“Kami nanti juga akan memasarkan produksi jambu madu ini ke luar, seperti Batam, Tanjung Batu, dan sebagainya,” ujar dia.
Seorang Lurah di Kecamatan Teluk Meranti Nursidin menjelaskan masyarakat setempat pada masa lalu memiliki kehidupan sosial ekonomi yang unik.
Sebelum adanya konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di sekitar kawasan tersebut, warga biasa mengolah kayu yang ada di hutan untuk dijual ke luar negeri.
Selain itu, mereka menjadi nelayan dan petani padi di lahan berpindah-pindah.
Tetapi, setelah ada larangan membakar hutan mereka mencoba beralih ke pekerjaan lain, yakni menjadi petani, menangkar burung walet, dan mencoba mengembangkan budi daya jambu madu.
Ia berharap, bantuan itu benar-benar dirawat dan dikembangkan lagi bibitnya oleh masyarakat sehingga hasilnya bisa diharapkan memberikan tambahan pendapatan.
“Semoga ini jadi potensi baru di Teluk Meranti selain penangkaran walet dan wisata alam bononya,” kata dia.
Peninjauan pertanian jambu madu merupakan salah satu rangkaian dari jadwal ekspedisi tiga hari yang di gelar Sebuah LSM kemitraan pembangunan sosial berkekanjutan (Scale Up) dan Interchurch Organization for Development Cooperation (ICCO) bersama puluhan awak media cetak, daring, dan televisi ke wilayah Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, pascakonsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) sejak 2004.
“Kegiatan ini merupakan program Scale Up Riau mau melihat bagaimana kondisi sosial, budaya, ekonomi juga lingkungan masyarakat Teluk Meranti yang berada di sekitar hutan konsesi perusahaan,” kata Kepala Divisi Penguatan Jaringan Scale Up Riau, Istiqomah Mafuah.