Perluas Jaringan Pemasaran, Kunci Produsen Tempe-Tahu Bertahan
LAMPUNG – Aktivitas produksi pembuatan makanan tradisional terbuat dari kacang kedelai berupa tempe dan tahu milik warga Dusun Banyumas, Desa Pasuruan, sudah mulai beroperasi sejak Subuh hingga menjelang siang. Mulai dari proses perendaman, penggilingan hingga pencetakan tahu serta dilanjutkan dengan proses pembungkusan kedelai yang telah dicampur dengan ragi menjadi tempe.
Aktivitas tersebut menggunakan alat sederhana dipadukan dengan mesin penggiling kacang kedelai dan beberapa alat lain. Proses produksi tahu dan tempe berlangsung setiap hari memenuhi permintaan konsumen perseorangan maupun sejumlah warung di sejumlah desa.
Asror (28) mulai menjadi wirausahawan pembuat tahu dan tempe sejak dirinya masih berusia 20 tahun dengan bekerja pada sang kakak yang telah memiliki usaha pembuatan makanan tradisional tersebut. Ia mulai memberanikan diri menjadi produsen tempe terpisah dari sang kakak sejak usianya 25 tahun hingga kini. Ia menyebut, proses pembuatan tahu yang dijual kepada beberapa pelanggan dalam sehari menghabiskan bahan sebanyak 20 kilogram sementara untuk proses pembuatan tempe ia membutuhkan sebanyak 50 kilogram kacang kedelai.
“Jumlah bahan baku tersebut menyesuaikan dengan hari pasaran dan juga memperhatikan waktu-waktu tertentu karena permintaan akan tahu dan tempe harus kita siasati agar produksi yang kita buat benar-benar laku sehingga biaya produksi bisa ditutupi,” terang Asror, pemilik usaha pembuatan tahu dan tempe saat ditemui Cendana News tengah melakukan proses pembungkusan tempe kedelai, Selasa (22/8/2017).
Menggunakan bahan yang sama, setiap hari sebagai sektor usaha kecil ia mengakui masih mendatangkan bahan baku jenis kedelai impor yang saat ini harganya berkisar Rp750 per kilogram atau dibeli Rp750 ribu per kuintal. Bahan baku kedelai impor yang dijadikan tempe dan tahu diakuinya lebih bagus dibandingkan dengan kedelai lokal yang bahkan jarang dipakai oleh produsen tahu dan tempe termasuk dirinya.