Monumen Plataran, Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan

YOGYAKARTA — Suasana Monumen Pelataran di dusun Plataran, Desa Selomartani, Kalasan, Sleman, siang itu nampak cukup ramai. Sejumlah anak-anak sekolah nampak bermain di sekitar Monumen yang menjadi saksi bisu tewasnya sejumlah pejuang kemerdekaan, pada masa Agresi Militer Belanda ke II tahun 1949.

Sebuah patung pejuang setinggi lebih dari 5 meter dengan palaian khas pejuang yang tengah membawa senapan nampak gagah berdiri. Sementara puluhan nama-nama pejuang yang gugur saat pertempuran, baik itu angota TNI maupun siswa taruna Militer Akademi (MA) terukir pada batu marmer putih Monumen tersebut.

Tepat di lokasi monumen atau tetenger terbesar dan terluas di DIY inilah, pada 22 Februari 1949 silam puluhan tentara pejuang kemerdekaan RI tewas dibombardir oleh tentara Belanda. Salah satunya adalah seorang pimpinan pasukan TNI bernama Husein, yang dieksekusi dan dipenggal kepalanya.

Penjaga sekaligus pengelola Monumen Plataran, Tomi Subaryadi, menceritakan pada masa itu sedang terjadi peristiwa serangan ke markas Belanda di Kotabaru oleh laskar tentara pejuang Indonesia. Di sebuah kawasan Sambiroto, Purwomartani, Kalasan, Sleman sejumlah tentara Indonesia yang tengah berpatroli, berpapasan dengan tentara Belanda.

“Ia kemudian tertembak. Sementara buku hariannya yang berisi lokasi markas seluruh tentara pejuang dirampas Belanda. Khawatir akan diserbu Belanda, para pasukan memindahkan markas masing-masing. Termasuk yang ada di Bogem dan Kalasan,” katanya belum lama ini.

Malam hari, tentara pejuang Indonesia yang bergerak ke arah utara masuk di kawasan dusun Plataran. Tengah malam, saat tentara pejuang Indonesia tengah beristirahat, tiba-tiba terdengar suara tembakan menggema di udara. Mereka tahu tentara Belada sudah dekat dan siap menyerbu.

Lihat juga...