Populasi Menyusut, Padahal Kemiri Punya Fungsi Konservasi dan Ekonomi

LAMPUNG — Kebutuhan akan bahan bangunan dan kayu bakar berimbas pada populasi tanaman kemiri  (aleurites moluccana)  di wilayah Lampung Selatan. Jumlah tanaman yang biasanya dimanfaatkan untuk minyak dan rempah-rempah ini  menurun di antaranya di wilayah perkebunan.  Sebagian tanaman kemiri masih dimanfaatkan warga yang tinggal di dekat kawasan hutan Gunung Rajabasa.

Menurut Zainal Abidin, warga Desa Rawi Kecamatan Penengahan selain ditebangi karena kebutuhan lahan perumahan, sebagian warga memilih menanam tanaman lain yang lebih produktif berupa kopi,  coklat serta pisang.

Meski demikian ia menyebut sebagian warga masih mempertahankan ratusan pohon kemiri di lahan yang dipergunakan sebagai sumber penghasilan warga sekaligus pohon peneduh bagi tanaman di sekitarnya.

Masa pembuahan pohon kemiri saat usia 3 tahun dengan masa panen buah untuk konsumsi sebanyak 2-3 kali setahun membuat potensi hasil buah kemiri bisa cukup banyak.  Buah kemiri di Lampung dipergunakan untuk bumbu masakan. Pada Agustus ini sebagian pohon tengah berbunga dan sebagian sedang dalam proses pematangan dengan prediksi masa panen pada Oktober dan November.

“Menanam kemiri memang membutuhkan lahan yang cukup luas.  Sebagian petani juga harus memiliki lahan pertanian lain sembari menunggu hasil panen kemiri sehingga tak hanya mengandalkan pada satu jenis tanaman produktif,” terang Zainal Abidin yang ditemui Cendana News di Desa Rawi Kecamatan Penengahan, Rabu (30/8/2017)

Harga buah kemiri sudah terkupas  menurut Zainal Abidin saat ini bisa berkisar Rp7.000 hingga Rp10.000 per kilogram. Ratusan pohon kemiri bisa menghasilkan sekitar 100 kilogram sehingga bisa menjadi tambahan penghasilan petani dari hasil non kayu.

Lihat juga...