Selama di Ende Bung Karno Dekat dengan Masyarakat Kecil

ENDE – Selama 4 tahun menjalani pengasingan di Ende dari mulai tahun 1934 sampai tahun 1938 Bung Karno selalu dekat masyarakat kecil dan selalu berkomunikasi dengan masyarakat kecil yang dijumpainya.

Demikian disampaikan Syafrudin Pua Ita, penjaga situs Bung Karno saat ditemui Cendana News Sabtu (21/7/2017) di sela-sela kesibukannya melayani pengunjung yang datang mengunjungi rumah pengasingan Bung Karno.

Kedekatan Bung Karno dengan masyarakat tani, nelayan maupun pedagang  yang ada di Pasar Ende kata Udin, sapaannya, membuat Bung Karno diterima masyarakat Ende dan merasa memiliki Ende.

“Pergaulannnya yang tidak mengenal suku, bangsa, agama dan ras membuat Bung Karno leluasa bergerak dalam koridor wilayah yang telah ditentukan pemerintah Hindia Belanda,” ujarnya.

Pergaulan yang sangat dekat  dengan para misionaris  Belanda kala itu lanjut Udin, menginspirasi Bung Karno untuk berpikir lebih serius tentang nasib Nusantara, negeri jajahan Belanda waktu itu.

Rupanya, kedekatannya dengan pater PG Huijitink SVD saat itu, sebutnya, melahirkan gagasan awal Pancasila yang dipadukan dengan realitas kehidupan masyarakat Ende yang ada dalam keberagaman.

“Dari keakrabannya itu Bung Karno diperbolehkan memakai gedung Immaculata untuk pementasan tonil oleh Kelompok Tonil Kelimoetoe,” terangnya.

Selama di Ende, papar Udin,  Bung Karno selalu melakukan perenungan tentang nasib bangsa Indonesia dan salah satu tempat yang menjadi idola Bung Karno dalam merenungkan nasib bangsa yaitu di bawah pohon sukun sambil menatap keindahan pantai bersama samudera raya.

“Konon istilah kelima sila Pancasila itu terinspirasi dari jatuhnya satu daun sukun bersegi lima yang diambilnya,” sebutnya.

Lihat juga...