Ketupat, Silaturahmi dan Pesan Toleransi Idul Fitri 1438 H di Lampung
Selain keberagaman dengan kerukunan yang tersimbolkan dalam saling berhadapannya dua rumah ibadah, Haji Nasruloh menyebut pada saat perayaan hari besar keagamaan umat Islam dan Katolik masih memiliki tradisi saling kunjung atau silaturahmi.
Pada hari Idul Fitri pertama,sebagian besar umat Islam yang sudah bersilaturahmi diantara keluarga terdekat mulai melakukan open house dan membuka kesempatan tetangga termasuk umat beragama lain berkunjung.
Tradisi tersebut juga diamini oleh Matius Suradi,umat Katolik yang tinggal di Dusun Sumbersari menyebut tradisi saling kunjung dilakukan saat hari raya Natal dan hari raya Idul Fitri setiap tahun. Pada kesempatan hari raya Idul Fitri Matius bahkan menyebut menu atau hidangan yang kerap ditawarkan pemilik rumah yang dikunjungi berupa menu ketupat lengkap dengan sayur dan opor ayam serta menu lain.
“Kami selalu disuguhkan menu khas lebaran ketupat atau lontong lengkap dengan semur ayam dan kami saling berkunjung sebagai saudara tanpa membedakan agama karena kami sebagian sudah sebagai saudara,” ungkap Matius.
Ungkapan sebagai saudara tersebut diakui Matius bahkan memiliki makna sebenarnya. Dalam suatu keluarga besar yang merantau dai Yogyakarta dan Jawa Tengah ke Lampung Selatan mememuluk keyakinan berbeda-beda, seperti Kristen, Katolik, Hindu serta Islam.
Saat hari Raya Idul Fitri kesempatan berkumpul bersama keluarga digunakan untuk bersilaturahmi dan pada hari ketiga lebaran atau sesudahnya tradisi kumpul keluarga sekaligus arisan keluarga menjadi kesempatan berkumpul keluarga yang sebagian berbeda agama. Matius menyebut menyantap ketupat yang ditawarkan oleh sang empunya rumah saat merayakan Idul Fitri menjadi sebuah sambutan hangat dalam kebersamaan.