Ironi Pahlawan Pangan di Daerah Swasembada Pangan

RABU, 12 APRIL 2017
LOMBOK — Dalam berbagai kesempatan kunjungan dan acara yang dihadiri Presiden, Kementeri Pertanian sampai kunjungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang membidangi pertanian Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zainul Majdi selalu mengumbar capaian program pembangunan, khususnya bidang pertanian yang selalu Swasembada setiap tahun.

Kepala Dinas Pertanian NTB, Husnul Fauzi.

Klaim dan kebanggaan Gubernur NTB tersebut memang tidak berlebihan, kalau melihat luas lahan dan masyarakat NTB yang hampir sebagian besar bekerja di sektor pertanian.

Berdasarkan data Dinas Pertanian NTB, selama 2016 saja, produksi Gabah Kering Giling (GKG) mencapai 2,4 juta ton, dengan 1,3 juta ton produksi beras, sementara tahun ini Dinas Pertanian NTB menargetkan produksi GKG sebesar 2,5 juta ton atau sekitar 1,35 juta ton beras, dengan areal tanam mencapai 475 hektar.

Tapi besaran produksi gabah petani NTB dan klaim kebanggaan Gubernur NTB sebagai daerah Swasembada pangan dalam kenyataannya tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan didapatkan petani.

Harga pembelian gabah petani sekarang ini masih jauh dari harapan mendapatkan kesejahteraan, tidak sebanding dengan biaya, tenaga dan keringat bercucuran dikeluarkan.

“Anjloknya harga gabah kering giling (GKG) petani di bawah HPP dengan kisaran harga  Rp2.200 sampai Rp2.500 per kilogram.  Itu terjadi karena Bulog lamban melakukan penyerapan gabah hasil panen petani,” kata Kepala Dinas Pertanian NTB, Husnul Fauzi kepada Cendana News, Rabu (12/4/2017).

Dikatakan, dalam melakukan serapan gabah petani, Bulog kalah cepat dari para spekulan atau rente yang secara langsung mendatangi dan membeli gabah petani di tengah sawah maupun rumah. Sementara Bulog dalam melakukan serapan lebih banyak mengandalkan mitra, tanpa turun langsung.

Lihat juga...