JUMAT, 3 FEBRUARI 2017
BANJARMASIN — Pedagang kain sasirangan mengeluh penjualan kain asli Kalimantan Selatan itu merosot pada 2016 lalu. Persaingan ketat antarpedagang sasirangan, pelemahan ekonomi lokal, ditambah kenaikan harga bahan baku kain, memicu menyempitnya ceruk pasar.
![]() |
Mariati seorang penjual sasirangan di Banjarmasin. |
Pemilik toko Susi Sasirangan, Sentot Budiyanto, mengatakan, omset penjualan rata-rata sempat melorot separuh pada tahun 2016. Ia sempat menerima omset rata-rata Rp 50-60 juta per bulan pada 2015. Memasuki tahun 2016, kata Sentot, omset penjualan jadi Rp 30-an juta per bulan. “Tahun lalu memang merosot omsetnya,” ujar Sentot yang membuka toko di kampung sasirangan atau Jalan Seberang Masjid, Kota Banjarmasin, Jumat (3/2/2017).
Menurut Sentot, penjualan yang tak menggembirakan itu akibat menjamurnya pedagang baru sasirangan di Banjarmasin. Ia pun mesti bersaing memperebutkan konsumen yang kini justru dihadapkan banyak alternatif toko penjual sasirangan. Membuka usaha sejak tujuh tahun lalu, Sentot merasakan penjualan sasirangan paling seret pada 2016.
Selain itu, kenaikan bahan baku mengakibatkan harga jual kain sasirangan semakin mahal. “Mungkin perekonomi juga sedang lesu. Saya dulu sering kirim ke Solo dan Surabaya, tapi sekarang enggak kirim lagi. Selain menunggu pembeli yang datang ke toko, saya juga masih andalkan pesanan kain,” kata Sentot seraya melayani calon pembeli di toko.
Sentot menuturkan, konsumen yang datang ke toko kebanyakan membeli pakaian jadi ketimbang dalam bentuk kain sasirangan. Kain sasirangan berbahan cotton dan satin lebih mendominasi penjualan di tokonya. Di toko Susi Sasirangan, satu kemeja sasirangan lengan pendek berbahan cotton dibanderol Rp 180 ribu dan Rp 200 ribu untuk kemeja lengan panjang.