JAKARTA — Jejak Pemberdayaan Yayasan Damandiri — Sejak 1950, warga RW 04 Jagakarsa, Jakarta Selatan hidup layaknya warga pedesaan yang aman serta tenteram dengan penghasilan mereka sehari-hari secara konvensional, yakni berkebun dan berdagang. Menghidupi keluarga untuk hari ini dan akan mencarinya lagi untuk memenuhi kebutuhan esok hari.
Pencairan dana pinjaman modal usaha di Hari Kas Posdaya Cempaka. |
Mengikuti perkembangan zaman, perubahan mulai terasa melalui masuknya para pendatang yang membawa persaingan menjadi lebih ketat.
“Yang banyak uang memang para pendatang, karena mereka membeli tanah di sini untuk ditempati. Bagi warga yang dapat rejeki tanahnya laku bisa berubah nasibnya, sedangkan bagi yang susah tetap saja susah. Walau begitu, kesusahan tidak terlalu kentara di sini karena kami menjalani saja kehidupan walau sulit secara ekonomi tanpa ribut-ribut,” kata Elih Sahid, mantan Ketua RT 05 selama 30 tahun di RW 04 Jagakarsa.
Masuknya pendatang dan perkembangan zaman yang semakin modern turut membawa masuk hal-hal menarik ke wilayah Jagakarsa. Salah satunya adalah peredaran bank keliling yang menawarkan pinjaman modal usaha kepada para pedagang kecil. Dari pinjaman Rp 1 juta, pedagang menerima sejumlah Rp 900 ribu karena berbagai potongan biaya. Lalu para pedagang mengikuti aturan pembayaran cicilan harian yang besarnya tergantung jumlah pinjaman. Jika tidak sanggup menyerahkan cicilan hari ini, keesokan harinya cicilan mereka membengkak akibat berlipatnya bunga dan denda.
“Warga yang sudah susah tambah menderita karena ulah para oknum bank keliling itu. Hal ini salah satu pertimbangan saya menerima pendirian Posdaya dengan Tabungan Kredit Pundi Sejahtera atau Tabur Puja di dalamnya. Sudah saatnya masyarakat diselamatkan agar bisa aman tenteram menuju sejahtera,” ujar Yessy Febriane, Ketua Posdaya Cempaka, RW 04 Jagakarsa, binaan Yayasan Damandiri, kepada Cendana News.