Proyek Jalan Tol Trans Sumatera, Berimbas Naiknya Harga Material Bangunan

JUMAT, 13 JANUARI 2017

LAMPUNG — Proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Paket 1, Bakauheni-Sidomulyo, Bakauheni-Terbanggi Besar, Lampung, mulai memasuki STA 17 di Desa Klaten dan STA 18 di Desa Pasuruan Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan. Hal demikian berimbas pada naiknya sejumlah harga material bahan bangunan di wilayah tersebut. 
Kebutuhan batu belah meningkat di Lampung.
Salah seorang penjual sekaligus pemilik tobong atau tempat pembakaran batu-bata di Dusun Buring, Desa Sukabaru, Masno (36), ditemui Jumat (13/1/2017), mengaku dalam sepekan bisa mengirim sebanyak 30.000 batu-bata ke sejumlah pembeli yang mayoritas merupakan warga terdampak proyek JTTS dan hendak membangun rumah baru.
Menurutnya pula, sejak proses pembebasan lahan untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatera, permintaan akan material bahan bangunan, khususnya batu-bata melonjak tajam. Beberapa pembuat batu-bata sepertinya, bahkan kewalahan untuk memasok batu-bata, karena adanya kendala cuaca untuk proses pengeringan batu-bata. Upaya mempercepat pembuatan batu-bata yang dilakukan menggunakan mesin, pun juga tak banyak membantu, karena proses pengeringan tetap menghandalkan matahari.
“Permintaan memang cukup banyak. Namun, kita terkendala proses pengeringan yang masih manual dengan mengandalkan matahari. Kadang, kami terpaksa membeli dari pembuat batu-bata di tempat lain untuk memenuhi permintaan,” ungkapnya.
Saat ini pun, Masno mengaku kesulitan hanya untuk memenuhi permintaan batu-bata untuk satu orang pembelinya, yang hendak membangun rumah baru. Dikatakannya, pembeli bernama Purwanto membutuhkan sekitar 25.000 batu-bata, yang baru bisa dipenuhinya sebanyak 5.000 buah. Masno masih harus mengirimnya sebanyak lima kali lagi, dan terpaksa harus mempekerjakan tukang bongkar muat sebanyak 4 orang dengan upah sebesar Rp. 45.000.
Masno menuturkan, sebelum banyak permintaan batu-bata, di awal 2016 lalu, harga per 1.000 batu-bata dijual seharga Rp 250.000, dan mulai naik di pertengahan tahun 2016 menjadi Rp 300.000 per 1.000 batu-bata. Di awal 2017 ini, ia mengaku harga batu-bata per 1000 buah mencapai Rp. 335.000. Harga tersebut masih bisa bertambah, jika lokasi pengirimannya jauh.
Aktivitas bongkar muat batu-bata di Lampung.
“Kenaikannya memang terlihat besar, namun tidak signifikan, karena kami juga mengeluarkan biaya operasional tinggi untuk bahan baku pembuatan menggunakan mesin, bahan bakar untuk membakar berupa kayu yang kami beli serta upah bongkar muat,” terang Masno.
Namun demikian, permintaan yang meningkat itu diakuinya cukup memberi keuntungan bagi pengusaha pembuatan batu-bata. Hanya saja, kenaikan tersebut masih terbilang wajar. Selain itu, banyak pula perajin batu-bata dari wilayah lain yang gencar melakukan promosi, seperti dari Kecamatan Katibung dan Palas, sehingga tidak semua pesanan diperolehnya.
Baca Juga:
Sementarta itu, Purwanto, mengatakan, kenaikan harga juga terjadi pada bahan bangunan lain seperti batu belah untuk pondasi bangunan, pasir sedot dari wilayah Kabupaten Lampung Timur dan juga pasir kali dari wilayah Lampung Selatan, juga batu split untuk proses pengecoran.
Kebutuhannya akan batu belah untuk pondasi bangunan sebanyak 10 rit (pengiriman –red), diakuinya baru terpenuhi 6 rit, dengan harga rata-rata per satu ritnya Rp. 600.000. Padahal, harga batu-belah semula hanya berkisar Rp. 450.000. 
Sementara itu, kebutuhan akan pasir sedot yang lebih halus menurut Purwanto, sudah dipersiapkannya sekitar 3 bulan sebelum memperoleh uang pencairan ganti-rugi jalan tol, dengan harga Rp. 650.000 per rit. Namun, kini harga satu rit pasir sedot halus sudah mencapai Rp. 750.000. Sedangkan, pasir kali kasar semula Rp. 450.000 per rit, kini naik menjadi Rp. 550.000. Kenaikan tersebut juga terjadi pada batu split yang dijual dengan sistem tonase per 1 Ton, yang semula hanya Rp. 2,5 Juta per Ton, kini menjadi Rp. 3 Juta per Ton.
“Beberapa penjual mengaku menerima banyak permintaan, sehingga harus menaikkan harga, karena pasokan akan kebutuhan bahan bangunan juga tergantung dengan adanya stok yang mereka miliki,” ungkap Purwanto.
Kenaikan harga bahan bangunan tersebut, belum termasuk kebutuhan akan semen serta kebutuhan lain. Padahal, ia mengaku saat ini dirinya sama sekali belum membuat lubang pondasi. Penyiapan material bangunan yang telah disiapkan jauh hari sebelum kepastian pemberian uang ganti-rugi lahan untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera tersebut, diakuinya telah menghabiskan uang sekitar Rp. 35 Juta, berikut pembuatan sumur bor untuk kebutuhan air bersih dan kebutuhan pembangunan rumah. Ia bahkan mengeluarkan biaya sekitar Rp. 9 Juta untuk pembuatan sumur bor sedalam 21 meter di lahan yang baru dibelinya tersebut.
Hingga kini, proses pemberian ganti-rugi lahan untuk pembangunan JTTS sudah mencapai STA 17 dan STA 18 di Desa Klaten dan Desa Pasuruan. Di Desa Klaten, sebanyak 139 warga Desa Klaten telah menerima uang ganti-rugi di Paket 1 Bakauheni-Sidomulyo, Bakauheni-Terbanggi Besar, Lampung. Pemberian uang ganti-rugi lahan JTTS diberikan oleh Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan nilai uang ganti-rugi sebesar Rp. 48 Miliar untuk sebanyak 148 bidang lahan yang dimiliki oleh sebanyak 139 warga Desa Klaten.

Jurnalis : Henk Widi / Editor : Koko Triarko / Foto : Henk Widi

Lihat juga...