Giwangan, Pinggiran Kota Yogya, Simpan Kekayaan Tradisi

SELASA, 31 JANUARI 2017

YOGYAKARTA —- Kawasan Kelurahan Giwangan yang berada di sisi tenggara kota Yogyakarta sepintas tak ubahnya seperti kawasan lain pada umumnya. Terletak tak jauh dari Terminal Bus Giwangan Yogyakarta, kawasan ini boleh dibilang merupakan kawasan pinggiran kota yang sarat dengan problematika kehidupan sosialnya.

Tradisi kesenian masyarakat yang hidup secara swadaya.

Namun siapa sangka, di kawasan inilah justru nilai-nilai tradisi masyarakat dan budaya leluhur masih terjaga dan terpelihara dengan baik. Jauh dari berbagai pemberitaan media, sejak tahun 1970-an, Kelurahan Giwangan ini bahkan telah ditetapkan sebagai kawasan penyangga budaya oleh pihak Kraton Yogyakarta.

Di Kelurahan Giwangan yang terdiri dari kampung Tegalturi, Ponggalan, Karangmiri, Mrican, Pamukti Sanggrahan, Mendungan, Ngaglik, dan Malangan inilah, berbagai kegiatan kesenian tradisional Jawa, masih terpelihara dan terjaga dengan baik. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya kelompok kesenian tradisional yang rutin beraktivitas setiap hari di kawasan ini.

Salah satu kampung yang menjadi pusat kegiatan budaya di Kelurahan Giwangan adalah Kampung Mrican. Secara geografis, kampung ini berada tepat di sisi sebelah barat Sungai Gajahwong Yogyakarta. Dari sejumlah kampung yang ada di Kelurahan Giwangan, memang kampung Mrican inilah yang berposisi paling dekat dengan kompleks peradaban Jawa kuno, bekas Kraton Mataram Islam Kotagede yang berada tepat di sebelah timurnya.

Tradisi macapat warga yang rutin digelar.

Salah seorang penggiat budaya dan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Giwangan, Purbudi Wahyuni, menyebut ada belasan kelompok di masing-masing kampung dengan berbagai jenis kesenian tradisional yang aktif di Kelurahan Giwangan saat ini. Mulai dari kesenian karawitan/gamelan, tari tradisional, gejog lesung, tek-tek/kentongan, hingga wayang orang, kethoprak, bahkan macapat.

Lihat juga...