Aliansi Buruh Gugat SK Gubernur DIY Tentang UMP 2017 ke PTUN

KAMIS, 19 JANUARI 2017

YOGYAKARTA — Sejumlah elemen buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), mengajukan gugatan atas Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 235/KEP/2016 tentang penetapan Upah Minimum Kabupaten Kota tertanggal 1 November 2016, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DIY, Kamis (19/01/2017), siang. 
Sejumlah Pengurus Aliansi Buruh Yogyakarta saat mendatangi PTUN DIY, Kamis (19/1/2017, siang.
Mereka menilai, SK Gubernur tersebut tidak sesuai dengan aspirasi kelompok buruh di DIY serta tidak merujuk atau bertentangan dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, Undang Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 21 Tahun 2016 tentang kebutuhan hidup layak. 
Sekretaris Jendral ABY, Kirnadi, didampingi bendahara ABY, Denta Julian, menyatakan, Upah Minimum Provinsi DIY yang telah disahkan melalui SK Gubernur tersebut, ditetapkan tanpa menampung aspirasi buruh. Padahal, sebelum SK Gubernur tersebut disahkan, mereka mengaku telah mengajukan usulan besaran UMP DIY, namun hal itu tidak diakomodasi. 
“Kita melakukan gugatan, karena kita menilai ini merupakan upaya terakhir yang bisa kita tempuh. Melalui gugatan ini, kita menuntut PTUN membatalkan SK Gubernur DIY Nomor 235/KEP/2016, serta meminta tergugat, yakni Gubernur DIY, mencabut SK tersebut,” ujarnya. 
Kirnadi juga mengatakan, UMP DIY tahun 2017 sebesar Rp. 1.337.645 per bulan merupakan UMP terendah dibanding dengan UMP di 33 provinsi lainnya yang ada di Indonesia. Jumlah tersebut dinilai masih sangat rendah serta tidak manusiawi. Terlebih naiknya harga kebutuhan pokok mulai dari Tarif Dasar Listrik, Pajak Kendaraan hingga BBM yang berimbas pada kenaikan Sembako beberapa waktu terakhir, akan semakin sulit untuk bisa menyejahterakan buruh. 
“Tuntutan kita itu di angka dua juta hingga dua setengah juta rupiah per bulan. UMP saat ini sebesar satu koma tiga juta rupiah itu hanya cukup untuk makan saja. Kenapa di Jakarta UMP bisa mencapai tiga juta rupiah per bulan, sedangkan di Jogja hanya satu koma tiga juta rupiah, sementara harga sembako seperti beras, misalnya tidak jauh beda. Ini jelas menunjukkan Pemerintah DIY tidak memperhatikan situasi ekonomi di Yogyakarta,” pungkasnya.

Jurnalis : Jatmika H Kusmargana / Editor : Koko Triarko / Foto : Jatmika H Kusmargana

Lihat juga...