SABTU, 9 APRIL 2016
Jurnalis : Koko Triarko / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber Foto: Koko Triarko
YOGYAKARTA — Kasus narkoba dari hari ke hari semakin memprihatinkan. Padahal, tak ada jaminan kesembuhan 100 Persen dari sebuah upaya rehabilitasi yang dilakukan. Namun, melalui upaya secara rutin, akan memberi harapan sembuh yang lebih besar. Di Yogyakarta, sebuah lembaga rehabilitasi pengguna narkoba intens memberi pelayanan yang dikemas dalam sebuah program penyembuhan enam bulan.
![]() |
Suasana Lembaga Rehabilitasi Kunci |
Adalah Lembaga Rehabilitasi Kunci, sebuah lembaga swadaya yang bergerak di bidang sosial dan fokus pada penyembuhan pengguna narkoba di pedukuhan Nandan, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Sejak didirikannya pada tahun 2003, lembaga tersebut tak pernah sepi dari pasien ketergantungan obat-obatan terlarang. Kini, lembaga itu pun juga sedang berupaya memulihkan kondisi dari 12 orang pengguna narkoba dari berbagai daerah seperti Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Ditemui di kantornya, Sabtu (9/4/2016), Manajer Program Rehabilitasi Kunci, Agustinus Murgiyanto menjelaskan, Lembaga Rehabilitasi Kunci merupakan tempat rehabilitasi pengguna narkoba berbasis komunitas. Melalui sebuah program enam bulan, pengguna narkoba diterapi dengan berbagai kegiatan konseling, spiritual keagamaan dan sosial budaya.
“Nama lembaga ini Kunci, dari kata bahasa Belgia, De Sleutel. Makna filosofinya adalah kita memberikan kunci bagi mereka yang ingin mengubah hidupnya”, kata Agus.
![]() |
Agustinus Murgiyanto |
Menurut Agus, salah satu imbas penggunaan narkoba atau adiksi adalah adanya perubahan pola pikir dan perilaku. Maka, rehabilitasi yang dilakukan adalah mengembalikan pasien ke kehidupannya semula dengan mengubah pola pikir dan perilaku ketergantungan narkoba. Begitu pasien datang, akan menjalani screaning untuk mencari tahu apa saja jenis narkoba yang pernah dikonsumsi, seberapa banyak dan sudah berapa lama. Setelah itu, pasien akan menjalani assesment, agar diketahui tingkat ketergantungannya. Jika pasien mengalami psikotik, maka akan dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa. Namun, jika masih pada tahap ketergantungan, Lembaga Rehabilitasi Kunci akan melakukan upaya rehabilitasi.
Sesudah tahap assesment, pasien akan menjalani masa orientasi selama 1-2 minggu. Dalam tahap ini, pasien diobservasi perubahan sikap dan perilaku ketika tidak menggunakan narkoba. Jika masih mengalami gangguan medis, pasien akan dikirim ke rumah sakit atau diberikan obat dengan pengawasan.
Setelah melalui tahapan assesment, pasien akan memulai program rehabilitasi selama 6 bulan. Dalam tahap awal, pasien akan dilihat seberapa besar kemampuannya mengatasi kecanduan. Lalu, pada bulan keempat, penyembuhan sosial dilakukan dengan melibatkan keluarga pasien. Pelibatan keluarga ini untuk melihat kesiapan pasien kembali ke lingkungannya, dan pada bulan kelima, pasien mulai difokuskan pada masa depan, apakah mau bekerja atau membuka usaha sendiri.
“Pasien mau bekerja atau kursus, harus diputuskan selagi masih ada di sini, agar tidak memiliki kesempatan untuk kembali ke lingkungan pengguna narkoba”, katanya.
Kasus narkoba yang selalu ada setiap saat, menurut Agus, saat ini mengalami perubahan trend jenis obat yang digunakan. Jika dahulu orang lebih banyak menggunakan heroin dan putaw, kini lebih sering menggunakan sabu, psikotropika (narkotika) yang berdampak depresif. Terhadap dua kategori penggunaan narkoba tersebut, pada pengguna heroin dan putaw yang menimbulkan sakau lebih sulit disembuhkan. Pasalnya, tingkat ketagihan atau adiksinya sangat tinggi.
Dengan tidak adanya jaminan 100 Persen sembuh, Agus mengingatkan agar jangan sampai terjerumus ke penggunaan narkoba. Sementara dari penuturan para pengguna narkoba, Agus mengatakan, jika penggunaan narkoba 80 Persennya dipicu oleh masalah keluarga, persoalan pribadi dan gaya hidup. Ada pun, faktor lainnya tentu karena ada yang mengenalkan. Dari mengenal itu, lalu merasakan dan akhirnya ketagihan. Namun dalam hal ketagihan ini, kata Agus, juga sangat dipengaruhi oleh faktor genetik.
“Kalau di dalam tubuh kita mengandung adiksi narkoba, maka kemungkinan kecanduan sangat besar. Bahkan, faktor gen atau keturunan ini mendukung 60 Persen dari kemungkinan kecanduan narkoba”, pungkasnya.