JUMAT, 18 MARET 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber Foto: Miechell Koagouw
JAKARTA TMII — Mengunjungi Anjungan Provinsi Jawa Timur di area wisata sejarah dan seni budaya di Taman Mini Indonesia Indah, terasa bagai membuka kitab sejarah lembar demi lembar.
Patung Pejuang Bambu Runcing diujung relief Pertempuran 10 November 1945 di Kota Surabaya |
Setiap halaman seakan memberikan pembacanya siraman ilmu pengetahuan dibarengi pemahaman pribadi bahwa Indonesia yang besar ini memiliki kekuatan seni, budaya, serta sejarah perjalanan perjuangan rakyat yang panjang.
Dua Patih kembar era Prabu Minak Jinggo dari Blambangan yaitu Kotbuto dan Angkobuto mengapit gagah pintu gerbang Anjungan Provinsi Jawa Timur Taman Mini Indonesia Indah. Replika Candi Penataran dengan stupa Ganesya didalamnya sebagai perlambang kekuatan dan ilmu pengetahuan memulai halaman pertama buku sejarah peradaban Provinsi Jawa timur.
Relief penobatan Raden Wijaya sebagai raja pertama Kerajaan Majapahit sampai Ikrar Amukti Palapa dari sosok Maha Patih termashur Gajah Mada, berhasil mengeksploitasi keingintahuan pengunjung untuk terus membuka halaman berikutnya.
Tidak lupa melayangkan pandangan ke seberang replika candi penataran, karena disana berdiri kokoh diorama berupa patung Karapan Sapi (balapan sapi), sebuah kesenian tradisional yang sangat terkenal dari Madura tepat didepan replika Menara Masjid Ampel sebagai penanda sejarah masuknya Agama Islam ke wilayah Jawa Timur oleh empat Sunan yang merupakan bagian dari Wali Songo (sembilan wali) yakni Sunan Bonang, Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Drajat.
Membuka halaman berikut, yakni selepas masa Dinasti Kerajaan dan masuknya Agama Islam, maka relief kedahsyatan Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya did epan replika Tugu Pahlawan semakin memperkuat julukan Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Peristiwa yang menewaskan banyak sekali ‘arek-arek suroboyo’ beserta para pejuang dari daerah lainnya ini diperingati seluruh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pahlawan hingga saat ini.
Dari replika tugu pahlawan, kekaguman pengunjung akan semakin menjadi-jadi dengan memasuki sebuah pendopo kepala desa khas Ponorogo sekaligus rumah adat daerah Pacitan yang diboyong langsung dalam wujud asli dari daerah asalnya. Area pendopo diisi dengan dua set gamelan yaitu Gamelan Jawa dan Gamelan Banyuwangi. Selain itu terdapat pula diorama busana Tari Lenggang Surabaya, Tari Gandrung Banyuwangi, dan Tari Remo khas Jawatimuran.
Diorama kesenian karapan sapi khas daerah Madura |
Di dalam Rumah Adat Pacitan terletak rapi beragam replika maupun miniatur menarik. Beragam keris pusaka, seni Topeng Malang dari kesenian Kendedes Kota Malang, miniatur Reog Ponorogo, aneka kesenian wayang kulit, Foto dokumentasi wajah RM. Suryo, Gubernur pertama Jawa Timur era 1945-1948, miniatur Jembatan Suramadu, sampai akhirnya kesenian paling digemari masyarakat Jawa Tmur yakni Ludruk Surabaya, sebuah kesenian teatrikal yang menggabungkan humor, tari, dan musik.
Untuk keperluan pagelaran seni, maka pengelola anjungan menyambung pendopo dengan panggung seni anjungan provinsi Jawa timur agar pengunjung merasa teduh serta nyaman sekalipun pagelaran dilakukan siang hari.
Di sisi pendopo Ponorogo dan rumah adat kepala desa khas Pacitan, berdiri bangunan yang memamerkan beragam hasil kerajinan tangan seluruh kabupaten dan desa dari Jawa Timur dengan dibuka oleh diorama busana pengantin model Bekasri dari Lamongan dan Mupus Braen dari Banyuwangi.
Halaman terakhir petualangan pengunjung di anjungan Provinsi Jawa Timur adalah kompleks Rumah Adat Madura. Di area ini terletak rapi Perahu tradisional yang menjadi simbol sumber kehidupan nelayan sebagian besar masyarakat di pesisir. Disamping itu, alat transportasi khas, yaitu Pir/Kretek/Dokar juga menjadi diorama menarik untuk dijadikan dokumentasi khusus.
Rumah adat yang ada didalam kompleks Rumah Adat Madura adalah rumah adat Sumenep, Bangkalan, dan Pamekasan. Rumah Adat Madura pada umumnya memiliki bentuk sama yakni memanjang kesamping dengan ukiran-ukiran kayu dan permainan warna yang khas.
Namun untuk Rumah Adat Madura dari Sumenep sedikit berbeda karena memiliki bentuk minimalis kotak persegi dengan ukiran didominasi permainan warna hijau, kuning, merah, menampilkan dua kamar saja yakni kamar ayah dan ibu.
Bagian dalam Rumah-rumah Adat Madura turut memamerkan hasil kerajinan tangan masyarakatnya, antara lain; kerajinan gerabah dari Sampang dan Bojonegoro, kerajinan kuningan dari bondowoso, kerajinan ukir dan pahat kayu dari Sumenep, serta kerajinan alat musik Kendang Sentul berikut miniatur Tari tradisional Tayub Tulungagung dan dokumentasi kesenian gabungan bernama Gerebek Pancasila khas Jawa Timur-an.
Tepat di belakang Rumah Adat Bangkalan, berjejer rumah adat rakyat khas Situbondo dan Pacitan lengkap dengan miniatur kerajinan marmer. Untuk rumah adat rakyat Situbondo, selain dilengkapi dengan Mushola tempo dulu yang unik, juga dilengkapi rumah burung dara menjulang tinggi di halaman rumah. Rumah adat rakyat Situbondo sekarang ini difungsikan sekaligus sebagai perpustakaan anjungan Provinsi Jawa Timur.
Pintu masuk anjungan provinsi Jawa Timur TMII |
Sekali lagi, bagaikan membaca sebuah buku, lelahnya mata ini terbayar lunas dengan mengetahui bahwa bagaimana sejarah panjang Jawa timur berhasil merepresentasikan semangat Amukti Palapa Maha Patih Gajah Mada dimana semangat tersebut tidak hanya menyatukan nusantara namun juga menyatukan seluruh provinsi Jawa timur dengan keragaman yang dimiliki dari suku, etnis, agama, serta sosial budaya masyarakatnya. Dan masyarakat Tengger di kaki Gunung Bromo yang merupakan sisa keturunan rakyat Kerajaan Majapahit adalah saksi hidup lintas jaman betapa ikrar Gajah Mada akhirnya menjadi kenyataan.