SENIN, 22 FEBRUARI 2016
Penulis: Ebed De Rosary / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Ebed De Rosary
Penulis: Ebed De Rosary / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Ebed De Rosary
CATATAN JURNALIS—Etnis Tana Ai sebuah etnis suku yang berdiam di wilayah timur Kabupaten Sikka tepatnya berdiam di Kecamatan Waiblama, Talibura dan juga ada yang di wilayah Kecamatan Waigete masih memegang teguh kepercayaan warisan leluhur. Etnis Tana Ai yang terdiri dari Suku Liwu, Soge, Lewar, Gobang dan lainnya kerap menggelar ritual adat sebagai ungkapn penghormatan kepada leluhur dan Lera Wulan Tana Ekan (sang pencipta langit dan bumi).
![]() |
Josep sedang mengoleskan darah ayam ke seluruh anggota tubuh Maria. |
Orang Tana Ai memaknai setiap benda mati atau barang memiliki jiwa. Oleh karena itu, benda tersebut tidak boleh dirusak bila setiap warga (anak suku) sedang kalap atau emosi dan tanpa disengaja atau dengan sengaja merusakinya. Jika sudah terjadi, maka wajib hukumnya untuk melakukan pendinginan atau U’a Tena Mekot Tebo.
Sore hari Sabtu (20/2/2016) Cendana News diajak menyambangi Kampung Wairbou, Desa Nebe Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka guna menghadiri berbagai ritual adat termasuk ritual pendinginan ini. Dari Desa Nebe yang berjarak 52 kilometer arah timur Maumere, perjalanan ke Kampung Wairbou dilalui dengan membelah kebun warga dan menyeberangi kali Nangagete selebar sekitar 100 meter.
Permohonan Maaf
Wlihelmus Wolor yang bertindak selaku Sope (pemimpin ritual adat) tiba di rumah Maria Dua Lodan (26) keluarga yang akan melaksanakan ritual ini sekitar pukul 19.15 WITA. Wolor sapaannya,saat ditanyai Cendana News mengatakan, segala perbuatan yang merusak barang-barang harus diberi pendinginan. Masyarakat Tana Ai lanjut Wolor,mempercayai setiap benda mati pun memiliki jiwa.