
JAKARTA — Sekitar 500 meter dari Stasiun Jakarta Kota ke arah kawasan wisata Kota Tua, kita akan mendapati Museum Fatahillah yang tepat berada di Jalan Taman Fatahillah No. 2 Jakarta Barat.
Berdiri diatas tanah seluas 1,300 meter Persegi, Museum Fatahillah di bangun pertama kali tahun 1707 oleh Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia Johan Van Hoorn sebagai Stadhuis Batavia atau Balai Kota Batavia.
Di tahun 1974 Museum Fatahillah diresmikan dihadapan publik oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, yakni Ali Sadikin.
Sekarang wajah museum fatahillah sudah berubah, setiap hari terutama malam minggu dan hari-hari libur, area museum dipenuhi warga ibukota yang berwisata bersama keluarga.
Yofita, seorang pengunjung mengatakan wisata di kota tua terutama Museum Fatahillah sangat lengkap.
“Selain murah meriah, disini ada kumpulan kuliner jajanan dan makan malam, bazaar batu akik dan busana, serta bisa menikmati suasana kota tua seolah berada di jaman dahulu kala,”demikian Yofita mengungkapkan kepada Cendana News, Minggu (16/08/2015).
Bukan hanya itu saja, di sini kita bisa mempelajari semua sejarah penderitaan perlawanan bangsa kita terhadap pendudukan kolonial Hindia-Belanda. Contohnya, didalam museum diruang bawah tanah, kita bisa menyaksikan sel tahanan yang dahulu digunakan Belanda mengurung Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro.
Bonni, seorang mahasiswa yang menghabiskan malam minggu di kawasan Museum Fatahillah merasa inilah peninggalan sejarah yang menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia.
“Sejarah mengajarkan kepada kita melalui Museum Fatahillah, betapa beraninya para pahlawan kemerdekaan melawan penjajah demi satu tujuan, yaitu menjadi manusia merdeka. Karena dijajah itu tidak enak,”urai Bonni.
Rakyat adalah simbol dan kekuatan sebuah negara. Dan Museum fatahillah seolah mengatakan bahwa ia adalah milik seluruh lapisan masyarakat. Seperti saat Panglima fatahillah menghimpun kekuatan rakyat mengusir pendudukan Portugis dari Sunda Kelapa.


MINGGU, 16 Agustus 2015
Jurnalis : Miechell Koagouw
Foto : Miechell Koagouw
Editor : ME. Bijo Dirajo