Mengais Rezeki di Jalinsum, Lelaki Ini Tekuni Usaha Tambal Ban

Tambal Ban di Jalan Lintas Sumatera
LAMPUNG – Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) yang menghubungkan beberapa provinsi di Pulau Sumatera menjadi jalur lalulintas yang vital untuk transportasi dari Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. 
Potensi tersebut menjadi peluang bagi para warga kreatif yang memanfaatkan peluang usaha di sepanjang Jalan Lintas Sumatera seperti yang ditekuni oleh Aritonang (45) warga Kampung Jering Desa Bakauheni.
Aritonang mengaku mulai menekuni usaha di pinggir Jalinsum sebagai tukang tambal ban yang menjadi penyelamat para pengendara kendaraan roda dua atau roda empat yang mengalami masalah ban kempes maupun ban bocor saat melakukan perjalanan melintasi Jalinsum.
“Usaha tambal ban ini awalnya dari belajar karena saya datang ke Lampung ikut paman saya kemudian bisa nambal dan selanjutnya buka usaha sendiri dengan modal alat kredit,” ungkap Aritonang saat ditemui di tempatnya bekerja Senin(8/6/2015).
Baginya usaha tambal ban merupakan usaha yang memiliki peluang bagus sebab hanya beberapa kalangan saja yang menekuni. Bahkan dengen berkelakar ia mengungkapkan usaha tambal ban di pinggir jalan lintas rata rata ditekuni oleh orang Batak meski ada yang selain Batak.
“Sering ada guyonan dan itu memang benar adanya saya pun tak menampik rata rata orang Batak di pinggir jalan pasti sebagian punya usaha tambal ban tubles” ungkapnya sambil tertawa.
Ban tubles yang sebetulnya ditulis  Tubeless adalah ban yang dirancang tanpa mempunyai ban dalam sehingga potensi kebocoran lebih minim namun tetap membutuhkan keterampilan khusus para penambal untuk menambalnya. Aritonang mengaku rata rata truk berukuran besar yang melintas di Jalinsum memiliki ban tubles sehingga jika ada mobil truk yang pecah ban maka salah satu tambal ban yang dipanggil adalah Aritonang.
Lokasi strategis berada di dekat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Garuda Hitam membuat tambal ban miliknya menjadi pilihan karena seringkali para pemilik truk berhenti lama di SPBU untuk mengisi bahan bakar, istirahat, mendinginkan mesin sertasalah satu hal  penting memeriksa kondisi ban.
“Para kernet yang bannya harus ditambal atau diganti biasanya memanggil saya kemudian membuka ban tersebut lalu digelindingkan ke tambal ban saya di seberang pom bensin itu,” ungkap Aritonang.
Proses pengerjaan tambal ban biasa pada kendaraan roda dua dan roda empat menurut Aritonang terbilang mudah sebab dengan alat yang sudah disiapkan ia mampu menambal ban sekitar 10 hingga 20 menit tergantung jenis kerusakan ban. Demikian juga dengan ban jenis tubles. Aritonang mengaku mematok Rp10rb hingga Rp20rb untuk jasanya menambal ban.
Meski tak memasang plang “tambal ban” namun Aritonang mengaku ciri khas usaha tambal ban tersebut bisa dilihat dengan adanya kompresor dan selang selang angin sehingga lebih mudah dilihat. Kompresor yang rata rata dicat warna merah tersebut diberi tulisan TUBLES sebagai tanda tambal ban tersebut juga melayani tambal ban tubles selain jenis ban biasa.
Usaha tambal ban yang ditekui oleh Aritonang diakuinya memang tergantung pengguna jasa semakin banyak yang mengalami pecah ban maka pendapatannya akan meningkat. Aritonang tak menampik selama ini ada beberapa oknum pemilik usaha tambal ban yang nakal dengan memasang ranjau paku. Namun ia mengaku di sepanjang Jalinsum dipastikan tak ada oknum yang memasang ranjau paku.
“Kalau saya memang niatnya usaha benar karena awalnya saya usaha jual beli alat rumah tangga keliling lalu banting stir jadi tambal ban sambil membuka warung,”ujarnya.
Berjualan keliling alat alat rumah tangga dirasa berat menggunakan kendaraan roda dua apalagi semenjak harga bahan bakar minyak terus naik sehingga biaya operasional semakin tinggi sehingga usaha tambal ban akhirnya menjadi pilihan. Aritonang mengaku usaha kreditan barang rumah tangga harus bersabar karena uang tak langsung diperoleh.
“Jika tambal ban sekarang dikerjakan beberapa menit kemudian sudah memperoleh uang berbeda dengan sistem kreditan uangnya bisa seminggu kemudian setelah konsumen ambil barang” ungkapnya kepada Cendananews.com.
Omzet dari usaha tambal ban miliknya diakui cukup lumayan sebab selain menambal ban para pemilik kendaraan biasanya menambah angin dan jasa tersebut biasa dibayar Rp2.000,- atau seikhlasnya oleh pemilik kendaraan. Aritonang mengaku mendapatkan omzet sekitar Rp500.000,- perbulan untuk usaha tambal bannya tersebut dan bahkan bisa lebih.
Selain itu karena jiwa bisnis yang dimilikinya Aritonang mengaku membuka usaha warung yang menyediakan makanan dan minuman ringan serta usaha cucian motor. Usaha warung dibuat karena pengendara kendaraan roda dua biasanya beristirahat sambil mengisi bahan bakar di SPBU serta membeli oleh oleh untuk dibawa pulang terutama yang akan pulang ke Pulau Jawa.
Omzet dari usaha warung tersebut bahkan menurut Aritonang akan semakin meningkat saat arus mudik Lebaran karena di warungnya akan menjual makanan ringan oleh oleh jenis keripik pisang, kemplang dan makanan ringan lainnya yang juga menjadi oleh oleh.
“Saya ini wiraswasta jadi lebih membuat usaha beragam sebab kalau hanya tambal ban ga cukup mas maka saya bikin warung,cucian motor buat tambah tambah,”ungkap laki laki beranak tiga yang sudah bersekolah semua ini.
Sebagai perantau di daerah Lampung yang berasal dari daerah Sumatera Utara Aritonang mengaku harus berjuang keras untuk bisa hidup. Usaha kreatif yang dimulai dengan ikut orang diakuinya telah membantunya menambah serta mendapatkan penghasilan.
“Hal terpenting adalah kreatif dalam berusaha sebab sebagai perantau tak punya lahan awalnya kemudian nyewa untuk usaha,”ungkap Aritonang.
Selain Aritonang para wiraswastawan yang menekuni usaha tambal ban di Jalinsum terlihat berada di sepanjang kiri dan kanan Jalinsum. Meski berdekatan tak ada kesan rivalitas selaku sesama penambal ban. Aritonang mengaku rasa senasib sepenanggungan sebagai perantau membuat mereka tetap menambah solidaritas.

——————————————————-
Senin, 8 Juni 2015
Jurnalis       : Henk Widi
Fotografer : Henk Widi
Editor         : ME. Bijo Dirajo
——————————————————-
Lihat juga...