LAMPUNG – Musim tanaman kopi berbunga dan berbuah pada bulan Juni ini mengundang hewan jenis musang menjadi hama bagi para petani di wilayah Penengahan Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung. Buah buah kopi yang mulai menguning dan memerah tersebut disukai oleh hewan jenis musang yang berakibat berkurangnya hasil buah kopi milik petani.
Salah satu petani kopi di Penengahan, Paryadi (34) mengaku menyiasati hama musang tersebut dengan memasang jebakan musang di sekitar pohon kopi miliknya. Ia mengaku memiliki sekitar 500 tanaman kopi jenis kopi Lampung yang sebagin besar sudah memerah dan matang.
“Hama musang menyerang saat malam hari maka kami rajin melakukan pemeriksaan saat malam dengan senter serta memasang jebakan musang agar hasil tanaman kopi kami tak menyusut,” ungkap Paryadi kepada Cendananews.com Kamis(11/6/2015).
Musang luwak tersebut menurut Paryadi memang tak mengganggu namun jika jumlahnya cukup banyak mengganggu karena memiliki dampak pada hasil penurunan tanaman kopi. Paryadi mengungkapkan dengan melihat biji biji kopi pada dahan yang berkurang terlihat populasi musang luwak semakin meningkat.
“Populasi yang bertambah tentunya akan merugikan meskipun bagi sebagian orang luwak bisa menghasilkan kopi luwak namun kami tak pernah memanfaatkan luwak sebagai penghasil kopi luwak,” ujar paryadi.
Sementara itu petani kopi lainnya, Samingan (45) mengaku keberadaan hewan luwak yang bersifat nokturnal dan mencari makan pada malam hari tersebut juga memiliki keuntungan. Sebab pernah ada yang menangkarkannya dan menjadikannya sebagi penghasil kopi luwak.
Samingan mengaku justru mencari kopi kopi yang sudah dimakan oleh luwak di bawah pohon pohon besar yang diduga sebagai tempat bersarang luwak tersebut. Ia mengaku memiliki sekitar 400 tanaman kopi jenis kopi Lampung yang tingginya mencapai 1 meter hingga 3 meter dan sedang berbunga sementara sebagain besar lainnya sudah masak.
Menurut Samingan, Luwak mempunyai kebiasaan membuang kotoran di tempat-tempat yang sering dilewatinya. Kotoran yang ditinggalkannya biasanya masih mengandung biji-bijian utuh. Pencernaan luwak belum bisa mencerna biji-bijian dengan sempurna.
“Nah kami mencarinya pagi hari sebab biasanya pada pagi hari kami bisa mendapati kotoran luwak yang masih terlihat biji kopi tersebut untuk dijadikan kopi luwak,”ujar Samingan.
Salah satu biji-bijian yang kerap dimakan luwak adalah buah kopi. Luwak dipercaya hanya memilih buah kopi yang berkualitas prima untuk dimakan. Buah tersebut mengalami fermentasi dalam saluran pencernaannya. Kulitnya habis dicerna sedangkan bijinya tetap utuh dan dikeluarkan bersama feses.
Setelah dikumpulkan, Samingan mengaku memperoleh sekitar 3 hingga 4 kilo selama musim kopi. Ada beberapa cara yang dilakukan Samingan untuk memperoleh kopi luwak. Biji biji kopi dari kotoran luwak yang dikenal sebagai kopi luwak tersebut setelah dicuci bersih dan dijemur dijual kepada penampung kopi luwak di Kalianda. Sementar cara lain hanya mengumpulkan dan masih berbentuk kotoran luwak.
“Penampung biasanya akan melihat saat kondisi kopi masih berupa kotoran karena ia akan lebih tahu kopi tersebut asli hasil dari luwak,” ujar Samingan.
Kepada pengepul kopi kpoi luwak tersebut dijualnya dengan harga mencapai Rp200ribu perkilogram yang masih glondongan, sementara kopi luwak yang sudah dibersihkan bisa mencapai Rp350ribu dan yang sudah berupa bubuk bisa mencapai Rp650ribu.
“Luwak memang hama namun tergantung bagaimana kita melihatnya, kalau dijadikan kawan maka bisa diperoleh kopi luwak tapi kalau hanya ingin mendapat kopi biasa luwak dianggap hama,”ujar Samingan.
Samingan mengaku sengaja tak menangkap luwak dan menangkarkannya untuk dijadikan penghasil kopi kotoran luwak, ia justru membiarkan luwak tersebut liar dan berharap luwak memberi keuntungan baginya dengan menghasilkan kopi luwak.