![]() |
Ali Hadara, nomor tiga dari kiri |
CENDANANEWS (Kendari) — Dalam acara Peluncuran Buku dan Diskusi Sejarah Peradaban Moronene, Ali Hadara selaku Wakil Ketua Ikatan Alumni Fakultas Sejarah Indonesia, hadir sebagai salah satu pembicara, peran Alu di acara ini sangat kuat dan mendapat perhatian khusus dari para tamu yang hadir, karena Ia selaku Dosen dari Basrin Melamba, menggunakan kesempatannya untuk mengupas
“Sejarawan harus kritis dan tidak ada “udang di balik batu”, menulis sejarah itu harus jujur” tegas Ali membuka penuturannya. Selaku Dosen dari Basrin Melamba, apa yang disampaikan Ali Hadara sangat ditunggu oleh mahasiswa “Kami ingin mendengar bagaimana beliau menilai dosen kami, Pak Basrin” ujar salah satu mahasiswa.
Tepuk tangan seluruh mahasiswa yang hadir sangat riuh ketika Ali Hadara menegaskan bahwa Basrin adalah salah satu mahasiswanya yang sangat istimewa, Basrin memiliki prestasi akademis yang bagus dan memiliki keuletan mencari data-data sejarah “Basrin ini lulusan terbaik, dan yang saya paling salut sebagai Seniornya adalah kegigihannya mencari data dari berbagai sumber dan berbagai bahasa”. Sebagaimana tertulis dalam buku Sejarah Peradaban Moronene, banyak data pustaka yang didapat Basrin Melamba langsung dari Jerman dan Belanda.
Dalam kesempatan ini, Ali Hadara berkesempatan “mengupas” buku yang ditulis oleh yuniornya, ada pujian ada juga kritikan, menurut Ali Hadara, Sejarawan selain harus kritis juga tidak boleh anti kritik.
Menurut Ali Hadara, keunggulan dari buku Sejarah Peradaban Moronene ini adalah :
1. Untuk kelas buku sejarah lokal, buku ini paling tebal, yaitu 468 halaman
2. Buku ini bisa selesai dalam waktu 11 bulan. Proses penelitian yang masuk kategori sangat cepat.
3. Didukung data otentik dari Jerman dan Belanda
4. Menggunakan metode yang jelas yaitu, penggabungan metode peristiwa dan struktural
5. Melihat dari berbagai perspektif. Ada kajian gejolak sosial, imperialisme dan bahkan pemekaran Kabupaten Bombana
6. Menjadi buku baru yang bisa dijadikan acuan bagi seluruh generasi muda untuk lebih mengenal Peradaban Moronene sekaligus bisa dijadikan sebagai awal dialektika tentang Sejarah Moronene.
Selain menyebutkan keunggulan, Ali Hadara juga menyampaikan beberapa masukan dan kritik, tetapi kritik utama yang harus diperhatikan khusus, menurutnya adalah “Peran editor dalam buku ini, bahwa editor bukan hanya penerima naskah lalu mengedit apabila ada ejaan yang salah saja, tetapi juga harus mengerti kaidah penulisan buku, di buku ini saya lihat terlalu banyak penggunaan tanda petik pada bagian pembuka” jelas Ali
Menutup pemaparannya, Ali menyampaikan pesan kepada penulis secara khusus dan juga seluruh tamu yang hadir, bahwa menulis sejarah haruslah jujur, Ali menekankan kembali bahwa menulis sejarah tidak boleh ada tujuan-tujuan tertentu, karena menulis sejarah bukanlah mengarang cerita tetapi menyampaikan fakta berdasarkan kajian yang dilakukan.
Ia melihat sekarang ini banyak sejarah yang dituliskan karena ada “udang di balik batu”, dan ada gaya baru yaitu menulis sejarah terutama sejarah Politik, “Seorang penulis sejarah itu tidak bisa memberikan penilaian moral terhadap masa lalu dan masa sekarang, karena kebenaran masa lalu belum tentu benar pada masa sekarang, begitu juga kesalahan di masa lalu belum tentu dianggap kesalahan di masa sekarang”. Tutup Ali Hadari.