![]() |
Pedagang Asongan di Pelabuhan [Foto:CND] |
CENDANANEWS (Lampung) – Lahan mencari nafkah bisa dimana saja dan di sektor informal berdagang asongan merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh para warga di sekitar kawasan pelabuhan. Pelabuhan Bakauheni salah satunya yang dikenal sebagai salah satu pelabuhan penyeberangan tersibuk di Asia Tenggara ini menjadi lahan untuk mencari nafkah dengan berjualan.
Seperti pantauan Cendananews.com, nyaris di setiap sudut kantong parkir dari mulai dermaga plengsengan, dermaga 1 hingga dermaga 6 tak sulit untuk menjumpai adanya pedagang asongan. Para pedagang asongan memiliki ciri khas dengan membawa barang dagangannya baik ditenteng ataupun ditunggui di bawah bawah pohon yang ada di kawasan Pelabuhan Bakauheni.
Sementara itu keberadaan pedagang asongan merupakan sebuah fenomena dimana magnet ekonomi akan menjadi magnet bagi para pekerja informal yang mengandalkan modal minim dan juga siap menghadapi situasi apapun termasuk di Pelabuhan Bakauheni. Menurut salah satu pengasong, Suminah (45) di Pelabuhan Bakauheni ada sekitar ratusan pedagang asongan yang menjual berbagai makanan ringan maupun minuman ringan.
“Jumlahnya ratusan tapi kalau saat saat seperti sekarang memang terlihat sepi tapi kalau lagi musim mudik ataupun musim liburan akan semakin banyak di sini,” ujar Suminah yang mengaku sudah menjadi pengasong sejak lima tahun lalu.
Suminah hanyalah salah satu pedagang asongan di tempat tersebut. Pihak PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (PTASDP) melalui manager Operasional PT ASDP Cabang Bakauheni, Heru Purwanto mengaku secara khusus memang ada larangan bagi para pedagang untuk berjualan. Namun demi kepentingan “perut” Heru menegaskan masih memberi toleransi sepanjang para pedagang asongan tersebut mematuhi aturan yang diberlakukan di pelabuhan.
“Ada zona zona tertentu yang sama sekali tidak diperbolehkan bagi pengasong untuk masuk makanya yang banyak terlihat di terminal kedatangan yang bisa dilihat,” ujar Heru Purwanto.
Tak jarang dalam prakteknya meski sudah ada pengaturan semacam itu namun banyak pedagang asongan yang harus kucing kucingan dengan security pelabuhan sehingga bisa berjualan di zona merah. Zona yang tak diperbolehkan berjualan sehingga tak jarang bisa dilihat pedagang kopi maupun mie instan yang berada di gangway (jalur pejalan kaki untuk naik ke kapal). Tak jarang pengasong yang tertangkap bisa menghadapi resiko diamankan bahkan disita semua barang dagangannya.
“Ada kemarin yang disita termos serta dagangannya sama petugas karena berjualan di atas gangway. Petugas juga rajin untuk razia karena biasanya dalam seminggu selalu ada razia agar kami lebih tertib,” ujar Suminah sambil menunjuk ke arah Gangway.
Salah satu faktor yang memberi keuntungan bagi para pengasong adalah antrean kendaraan yang terjadi pada masa liburan atau cuaca buruk sehingga kapal sering datang terlambat.
Antrean kendaraan yang akan menyeberang melalui pelabuhan Bakauheni telah memberi berkah tersendiri bagi para pedang yang ada di areal pelabuhan maupun di jalur Jalan lintas Timur maupun Jalan Lintas Timur yang akan menuju pelabuhan Bakauheni. Penumpang bis, kendaraan pribadi yang mengantri untuk naik kapal biasanya akan membeli minuman maupun makanan ringan meskipun di atas kapal pun sudah ada penjual serupa tetapi harganya akan lebih mahal.
Seperti yang diungkapkan oleh, Amhad(34) salah seorang pedagang kopi dan rokok yang biasanya berkeliling di pelabuhan Bakauheni.
Menurutnya situasi banyaknya antrian membuat pendapatannya melonjak hingga mencapai 100 persen lebih. Biasanya, tuturnya, dalam satu hari ia hanya mendapatkan penghasilan sekitar Rp.50.000 hingga Rp.100.000. Namun saat kondisi antrian seperti saat ini, ia mampu mendapatkan penghasilan mencapai Rp.200.000 perhari.
“Lumayan mas kalau ada antrian seperti ini. Bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar,” tuturnya kepada Cendananews.com Selasa (7/4/2015).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Anto, salah seorang pedagang asongan yang berjualan di dekat dermaga lima. Dikatakannya jika terjadi antrian panjang kendaraan hingga mengular keluar areal pelabuhan, ia mendapatkan peningkatan penghasilan hingga 75 persen.
“Biasanya penjualan yang paling meningkat yaitu penjualan rokok dan air mineral namun tak menutup kemungkinan penjualan tisu serta kopi,” ujarnya.
Menurut Anto, penumpang yang akan menyeberang melalui kapal Roll On Roll Off(Roro) ke Pelabuhan Merak dari Pelabuhan Bakauheni adalah konsumen potensial untuk mengais rejeki. Selain berjualan rokok, minuman, makanan ringan , tisu ia juga terkadang berjualan kerupuk kemplang.
“Mau bagaimana lagi mas, keahlian saya dibidang lain saya tidak punya, modal pas pasan sehingga saya terpaksa berjualan asongan dengan modal seadanya,” ujar Anto.
Berkat usahanya yang dimodali Rp500.000,- awalnya ia mengaku bisa menyekolahkan dua orang anaknya yang sudah duduk di bangku sekolah menengah. Meskipun panas, hujan baik pagi maupun malam Anto tetap berjualan sepanjang ia masih bisa berjualan.
Tetapi diakui Anto, saat ini sistem di Pelabuhan Bakauheni telah berubah, sebab pedagang asongan juga menggunakan sistem shift karena sudah ada persatuan pengasong. Pedagang dibagi dalam shift malam dan siang sehingga antar pedagang tidak ada saling iri maupun bersinggungan namun tetap memakai rompi yang menandakan mereka merupakan pedagang asongan.
“Kalau lihat yang memakai rombi orange itu buruh angkut, kalau yang hijau biasanya pengasong sementara petugas untuk travel mobil memakai seragam khusus,” ujar Anto.
Ratusan pedagang asongan tersebut ujar Anto yang diamini oleh pengasong lain menggantungkan hidupnya dari berjualan di area Pelabuhan. Namun tetap diakui saat kedatangan pejabat seperti saat tertentu keberadaan mereka terpaksa “disterilkan” bahkan diusir untuk menciptakan kesan bersih.
Saat ini PT ASDP juga menerapkan pagar pagar tinggi untuk meminimalisir semakin maraknya pengasong sehingga pedagang asongan masing masing dermaga sudah memiliki kawasan sendiri dan tidak bisa berjualan di lokasi lain.
“Setiap pengasong kini ga bisa sembarangan berjualan di dermaga lain jika memang sudah biasa berdagang di dermaga yang sudah ditetapkan, ini untuk menghindari benturan antar sesama pedagang,” ujar Anto.

Tak hanya itu ia mengaku mencari nafkah di pelabuhan sama aja “numpang lahan” berjualan sehingga harus mematuhi aturan yang ditetapkan. Ia mengaku semua pedagang asongan sudah mengetahui zona zona larangan serta yang boleh untuk berjualan meskipun demikian masih ada yang melanggar.
“Saya bertahan di dermaga satu sejak dulu karena saya niatnya mencari nafkah dan ikuti saja aturannya yang penting lancar rejeki dan tidak bermasalah sama pemilik pelabuhan,” ungkap Anto menutup pembicaraan.