![]() |
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Papua Barat, Yan Christian Warinussy – Dokumen YAN CHRISTIAN |
Tren
- Titiek Soeharto Ingatkan Pentingnya Higienitas Menu MBG
- Titiek Soeharto Serahkan Bantuan Paket Sembako Pada PPL Bantul
- Titiek Soeharto Tinjau Rehabilitasi Jaringan Irigasi di Kulonprogo
- Gerakan Banteng 5.0 dan Koperasi Mahasiswa
- Gaza dan Efektivitas Boikot
- Menteri Kebudayaan Apresiasi Perayaan Akulturasi Budaya Tiongkok-Indonesia
- Menteri Kebudayaan Soroti Sinema sebagai Jembatan Budaya Global
- Beras Kadaluwarsa & Smart Commodity Dashboard
- Hari Komedi, Kukuhkan Komedi sebagai Budaya Indonesia
- Keracunan MBG: Desentralisasi Layanan & Koperasi Siswa
CENDANANEWS (Jayapura) – Penangkapan lima orang aktivis yang menamakan dirinya dari Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) dan Komite Independen Papua (KIP) oleh Kepolisian Daerah (Polda) Papua beberapa waktu lalu menuai kritik dari sejumlah pengamat poltik, salah satunya dari Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat, Yan Christian Warinussy.
“Menurut pandangan kami adalah merupakan suatu kemunduran dalam konteks perkembangan demokrasi di Indonesia yang sudah makin maju, dimana langkah-langkah damai senantiasa dikedepankan dalam upaya mencari solusi terhadap permasalahan yang muncul di masyarakat,” kata Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua ini, Jumat (17/04/2015).
Termasuk di dalamnya, lanjut yan, apabila benar kelima orang tersebut bersama Eny Tan Fere yang berprofesi sebagai staf di Kantor Kesbangpol Provinsi Papua dinilai telah melakukan tindakan yang cenderung bersifat melawan hukum ketika pergi ke Jakarta untuk membangun dialog dengan Presiden dan Pemerintah Indonesia, maka jalan komunikasi seharusnya di kedepankan lebih dahulu.
“Tindakan Kapolda Papua dan jajarannya tersebut mengindikasikan suatu kemunduran drastis dalam konteks upaya mencari solusi dalam rangka membangun perdamaian di Tanah Papua ke depan,” ujarnya.
Ia berpendapat, jika benar Lawrence Mehue dan rombongan tersebut ke Jakarta untuk memulai sebuah langkah membangun tawaran negosiasi dengan Pemerintah Indonesia dalam upaya menyelesaikan masalah di Tanah Papua. Maka, dikatakan yan, tindakan penangkapan ini jelas-jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang terkandung di dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Sebenarnya tidak bisa serta-merta dilabeli simbol separatis sebagai cara-cara klasik dalam konteks pelanggaran hak asasi manusia, khusus hak untuk bebas menyampaikan pendapat dan ekspresi yang diakui dalam Deklarasi Universal tentang HAM,” kata Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM, John Humphrey Freedom Award pada tahun 2005 dari Canada.
Anggota Steering Commitee Foker LSM se-Tanah Papua ini menegaskan, pihaknya mendesak agar pihak Polda Papua berikan ruang dan akses seluas-luasnya sesuai amanat UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bagi kelima orang tersangka tersebut didampingi penasihat hukum yang dipilihnya sendiri serta akses untuk mendapatkan perawatan kesehatan serta dapat menemui rohaniawan maupun keluarganya sepanjang masa penahanannya tersebut.
“Kami LP3BH Manokwari mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk segera mewujudkan keinginan dan harapannya untuk menyelesaikan persoalan di Tanah Papua melalui dialog melalui langkah-langkah operasional yang konkrit dan transparan dalam waktu dekat ini demi menghentikan segenap upaya-upaya kriminalisasi yang tidak berujung sebagai solusi untuk menciptakan Papua sebagai Tanah yang Damai,” desak Yan yang juga koordinator Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKi Manokwari, Papua Barat.
Seperti di beritakan media ini sebelumnya, Kelima tersangka tersebut antara lain Kepala Polisi Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) berinisial EA. Komandan Satgas Papua wilayah Sentani dan Sekretaris Komite Independen Papua (KIP), MJS. Juru bicara KIP, DF. Ketua KIP, LM dan Juru bicara NFRPB, OB. Sedangkan seorang lainnya berinisial ET dilepaskan lantaran tidak ada sangkut pautnya dengan NFRPB.
“Setelah dilakukan gelar perkara maka ke lima orang ini sudah memenuhi unsur perbuatan makar. Bukti-bukti yang ada adalah segaram kepolisian NFRPB, dokumen-dokumen hasil pertemuan KIP dengan Menteri Pertahanan Indonesia,” kata Juru Bicara Polda Papua, Kombes Pol Patrige Renwarin, Kamis (16/04/2015).
Pertemuan yang dilakukan tersebut, lanjut Patrige, sebagai follow up tawaran negosiasi antara pemerintah Indonesia dan Pemerintah NFRPB. “KIP sendiri dibentuk oleh Presiden NRFPB, Forkorus Yoboisembut,” ujarnya.
Ditegaskan Patrige, Negara kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak ada negara lain. “Kelima orang ini melakukan kegiatan di atas NKRI atas nama Negara Federal Republik Papua Barat,” katanya.
Lihat juga...