Lidah Pendosa

CENDANANEWS – “Rongrong, katamu Atoli tak akan buat pernyataan lagi di koran. Kamu janji akan membantu saya biar tak ada lagi pernyataan dari dia di koran atau radio. Tapi buktinya hari ini pernyataannya dimuat  di koran nasional. Di koran nasional. Koran yang jadi trend setter. Dibaca berbagai kalangan di negeri ini. Koran yang jadi referensi para pengambil kebijakan di tingkat pusat. Saya tambah pusing. Pusing ulah mulut baumu itu,”kata pak Kades dengan nada marah.
“Pak Kades, Pak Kades jangan ngarang-ngarang dan bikin sensasi murahan ya. Mana mungkin  Atoli bisa membuat pernyataan di koran nasional Pak. Mana mungkin. Itu bagaikan punguk rindukan bulan. Levelnya Atoli kan level kampung. Saya tak percaya. Tak percaya. Itu hanya omong kosong Pak Kades. Lantas koran mana sih yang mau ngutip pernyataan aktivis klas kampung? Pak Kades jangan buat sensasi murahan ya,”kata Rongrong.
“Buktinya demikian. Coba kamu baca koran nasional Media Nusantara halaman 9. Apa itu bukan koran nasional yang terkemuka? Apa itu bukan foto Atoli? Apa itu bukan statemen Atoli? Saya masih bisa membaca dan tak buta huruf”.
Rongrong terdiam.
Pak Kades Desa Liluk teman bicaranya terus ngoceh di telepon tentang kegelisahannya. Tentang kegelisahan dirinya sebagai pejabat yang dikawal oleh aktivis Desa lewat pemberitaan. Tentang kegelisahannya sebagai pejabat Desa yang selalu dikritik oleh rakyat lewat media massa. Tentang kegelisahan atas pemberitaan di koran nasional media Nusantara hari ini. Dan tentang berbagai kegelisahannya dalam memimpin Desa yang mulai dapat sorotan dari masyarakat Desa.
“Rongrong. Apa kamu masih mendengar suara saya,” tanya Pak Kades lewat telepon dengan nada gusar.
“Masih Pak”.
“Lantas apa solusi terbaik kita dalam menyikapi pemberitaan hari ini?,”
Rongrong pun tak lagi menyimak pembicaraan lewat telepon dengan Pak Kades. Dirinya membayangkan proyek pembangunan sumur bor yang diberikan Pak Kades kepada dirinya beberapa hari lalu saat dirinya menyatakan janji bahwa Atoli aktvis Desa Liluk tidak akan mengkritisi dirinya lagi sebagai Kades. Terbayang dalam otaknya tentang keuntungan yang akan diraupnya. Setidaknya satu buah motor baru akan diraihnya dari komisi proyek itu. Bahkan ada kontraktor yang berani memberinya satu buah motor plus dana jutaan rupiah.
Dan Rongrong pun tak lagi mengubris ocehan Pak Kades. Bayangan tentang keuntungan proyek sumur bor telah mengalahkan suara kegelisahan Pak Kades.
***
Siang itu di warung kopi Mang Keliru, Rongrong berkumpul dengan beberapa rekannya sesama aktivis Desa. Mareka asyik membicarakan soal pernyataan Atoli aktivis Desa yang dimuat di koran nasional Media nusantara.
“Luarbiasa komentar Atoli di koran nasional hari ini. Menggegerkan jagad Kabupaten ini. Infonya, Pak Kades sudah dipanggil Pak Bupati,”ujar Usuf.
“Bener Bung. Pernyataan Atoli di koran itu sangat akurat dan sarat dengan data-data kebenaran. Keberpihakannya kepada rakyat jelas dan lugas,” timpal Dungu.
“Atoli itu jaringannya luas. Pergaulannya banyak. Sahabatnya di luar Desa banyak Salut saya,” jawab Asun sambil mengangkat jari telunjuknya kepada teman-temannya.
“Kita jangan bertindak bodoh.Kita jangan membeberkan kehebatan Atoli dimata petinggi Desa .Justru sebaliknya Kita harus menginformasikan kepada Pak Kades bahwa Atoli sangat tertarik dengan posisi Kades. Walaupun ,kita tahu bahwa Atoli bukanlah orang pengejar jabatan dan rakus kekuasaan. Intinya kita harus mengadu domba Atoli dengan para petinggi desa,” ungkap Rongrong dengan nada tinggi.
“Lho itu artinya kita membalikkan fata, Rong. memfitnah,”jawab Usuf.
“Biarkan saja. Yang penting Pak Kades percaya dengan info dari kita. Dan kita bisa menerima lebih banyak lagi kegiatan dari Pak Kades. Dan yang paling penting kawan-kawan semua harus kompak berbicara di depan Pak Kades dan para pegawai Desa bahwa ada upaya dari Atoli untuk menjatuhkan citra dan kewibawaan Pak Kades sebagai pimpinan Desa dimata rakyat. Kita harus memanfaatkan momentum ini untuk kelangsungan hidup kita. Dan yang paling penting kalau di depanAtoli kita harus memujinya sebagai aktivis hebat selevel Munir dan pegiat ICW,”jawab Rongrong.
Teman-teman Rongrong terdiam. Seribu tanya menggelanyut dalam nurani mareka.
***
Sikap kritis bernada konstruktif yang digemakan Atoli lewat media terhadap kepemimpinan Pak Kades membuat para pendukung Kades lama yang kalah dalam Pilkades tahun lalu mulai bangkit. Mareka ingin memanfaatkan sikap kritis Atoli untuk mempressure Pak Kades dan setidaknya unjuk diri setelah terpinggirkan selama kepemimpinan Pak Kades baru. Momentum ini akan mareka manfaatkan sebagai peluang emas untuk kembali eksis dalam percaturan di pemerintahan Desa. Dan ini adalah waktu dan masa yang tepat.
“Nah, sekarang Pak Kades baru paham dan tahu serta sadar kan bahwa pendukung Pak Kades mulai berpaling dan menyerang kewibawaan Bapak sebagai pimpinan tertinggi di Desa ini,” ujar Limun dalam perjumpaan dengan Pak Kades di suatu acara.
“Sikap kritis itu kan sesuatu yang wajar dan memang dibutuhkan pada era kepempinan saya. Mareka harus mengawal dan mengkritisi saya untuk perbaikan. Untuk restorasi menuju kesejahteraan sebagaimana visi misi saya saat kamapnye Pilkades lalu,” jawab Pak Kades.
“Bapak sebagai pemimpin harusnya paham. Itu bukan sikap kritis. Tapi upaya untuk menjatuhkan kewibawaan Bapak dimata masyarakat. Bapak akan dianggap sebagai pemimpin yang tidak bisa bekerja dan tidak mampu menegemban amanah rakyat. Muaranya ya jelas dari sikap kritis para pendukung Bapak waktu Pilkades lalu,”jelas Limun.
Pak Kades terdiam. Membisu seribu bahasa. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Pemimpin Desa yang dikenal amat dekat dengan masyarakatnya.
****
Sikap kritis konstruktif Atoli rupanya berdampak pula kepada para petinggi BPD Desa Liluk. Mareka berpikiran dan berkeyakinan  makin kritis konstruktif Atoli akan membuat citra dan kewibawaan mareka sebagai bagian dari lembaga Badan Perwakilan Desa akan merosot tajam. Apalagi waktu tugas dan abdi mareka sebagai anggota BPD waktunya hanya dalam hitungan hari akan berakhir. Dan sebagai anggota BPD yang dipilih rakyat Desa, mareka tentunya tak mau dijuluki sebagai anggota  perwakilan rakyat yang hanya berlakon Datang, Duduk, Diam dan Duit.
“Teman-teman sekalian harus paham dan sadar bahwa sikap kritis Atoli itu sebagai bentuk persiapannya untuk menjadi anggota BPD kita periode mendatang,” ujar salah satu anggota BPD dari Lingkungan 13.
“Ah, yang bener saja Bos? Masa sih?,” tanya warga dengan diksi keheranan.
“Buktinya selama ini Atoli juga kritis. Zaman Pak Kades lama Atoli juga kritis. Tak ada yang berubah dalam sikap kritisnya,” sambung warga yang lain.
“Ntar. Kalian semua lihat dan saksikan saja. Pasti dia akan mendekati kalian untuk minta dukungan,”jawab anggota BPD.
***
Dimata kawan seperjuangan dan masyarakat Desa, Atoli adalah aktivis pemuda yang terus menyuarakan tentang ketidakadilan yang dialami masyarakat Desa Liluk dalam pembangunan. Keberpihakan aktivis muda ini terhadap masyarakat pantas diacungi jempol.  Kendati dulunya Atoli adalah team pemenangan Pak Kades dalam Pilkades, namun Atoli tetap kritis terhadap kebijakan yang dibuat Pak Kades dalam memajukan kesejahteraan umum rakyat Desa Liluk. Atoli tetap kritis dalam mengawal kepemimpinan Pak Kades sebagai pemimpin Desa. Dan Atoli telah berjanji untuk tetap kritis dan kritis konstruktif.
“Sebagai orang yang ikut mencoblos Pak Kades, saya berkewajiban mengawal dan mengkritisi kebijakan Pak Kades dalam memimpin Desa kita. Zholim saya kalau membiarkan Pak Kades bertindak sewenang-wenang dalam memimpin Desa ini. Sebagai rakyat yang ikut menghantar beliau sebagai pemimpin Desa, berdosa besar  saya kalau membiarkan Pak Kades salah arah dalam memimpin Desa kita ini,” ungkap Atoli saat ditanya kawan-kawannya mengapa selalu kritis terhadap kebijakan Pak Kades yang dulu diperjuangkannya.
“Yang penting suara kritis saya tidak dikonversikan dalam bentuk materi dan proyek. Saya berkewajiban mengawal Pak Kades selama lima tahun ini biar beliau mampu memimpin Desa ini untuk kesejahteraan bersama sebagaimana visi dan misi beliau waktu kampanye dulu,”lanjut Atoli. Semua yang mendengar penjelasan Atoli terdiam. Membisu. Tak ada sanggahan atau celetukan. Semuanya seakan-akan dalam hati membenarkan narasi dari Atoli.
Hanya dalam hati nurani mareka amat membenarkan langkah dan aksi kritis konstruktif yang dijalani Atoli sebagai orang yang ikut mengantar Pak Kades terpilih sebagai Pemimpin Desa Liluk. Bukan malah menjadi bagian yang menyusahkan Pak Kades dengan aksi-aksi purba dan selalu mengatasnamakan Pak Kades untuk meraih kehidupan.
Dibandingkan dengan team pemenangan Pak Kades lainnya, Atoli adalah orang yang paling vokal dan kritis dalam mengkritisi kebijakan yang dibuat Pak Kades. Suaranya nyaring terdengar di koran dan dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan Pemerintaha Desa. Kadangkala suaranya bergema lewat radio.
***
Rongrong bersama teman-temannya tiba di ruang Mat Alok. Kepala Seksi pembangunan Desa Liluk ini sangat terkejut melihat kedatangan Rongrong dan teman-temannya. Dalam hati Mat Alok entah perintah apalagi yang dibawa Rongrong. Dan pastinya info dan perintahnya pasti selalu mengatasnamakan Pak Kades. Selalu nama Pak Kades yang dibawa-bawa.
“Hari ini Pak Mat Alok terlihat sangat gembira. Dari wajahnya  saja sudah kelihatan bahwa beliau ini adalah calon kuat Sekdes kita. Aura kepemimpinnya sudah jelas terpancar berbinar-binar bak rembulan dimalam hari. Benarkan kawan-kawan?,” ujar Rongrong sambil menyalami Mat Alok. Dan dengan koor yang mirip dengan koor di Senayan semua teman-teman Rongrong menjawab dengan kata benar.
“Ah, bisa saja Bos kita ini. Saya sebagai pegawai siap ditempatkan dimana saja. Kalau Pak Kades mempercayai saya, yah sebagai pegawai saya harus siap,” jawab Mat Alok sembari mempersilahkan Rongrong dan kawan-kawannya duduk di kursi dalam ruang kerjanya itu.
“Nah, kebetulan kami dapat info paten dan A1 dari Pak Kades bahwa nama Bapak diusulkan beliau sebagai calon Sekdes. Dan kami sebagai kelompok pemuda sangat mendukung. seratus persen kami mendukung pak Mat Alok sebagai Sekdes. Apalagi memampuan Bapak selama ini sebagai Kasie pembangunan sudah nyata,” ujar Rongrong.
“Terima kasih atas dukungan kawan-kawan semua. Oh ya. Gimana kabar Atoli? Pernyataannya dikoran nasional Media Nusantara telah membuat Pak Kades di panggil Bupati. Atoli memang kritis mengawal Pak Kades,” ujar Mat Alok.
“Jangan Bapak tidak tahu ya, Atoli itu kan mengincar proyek pembangunan Puskesmas yang ada di seksi Bapak itu. Sebagai rakyat kami mengingat Bapak untuk hati-hati pak. Soalnya Atoli itu kalau ada proyek tidak dikerjakan. Diberikan pada kontraktor lain. Atoli cuma nerima komisinya saja. Beda dengan kami Pak. Kalau kami bukan keuntungan yang kami cari tapi bagaimana pembangunan di Desa ini berjalan lancar dan baik sehingga program Pak Kades berjalan lancar,” jelas Rongrong.
“Tapi setahu saya Atoli belum pernah minta proyek atau kegiatan kepada saya. Dulu, memang Atoli pernah mengusulkan pembangunan ruang pertemuan Lingkungan. Tapi yang mengerjakannya ponakannya Pak Kades. Bung Rongrong lah yang mengajak ponakan Pak Kades bertemu saya,” ujar Mat Alok.
“Iya. Tapi Atoli dapat komisi dari ponakan Pak Kades itu. Satu buah motor. Saya cuma dapat getahnya. Cuma dapat baunya saja,Pak. Dapat sialnya saja ,”jawab Rongrong.
Mat Alok terdiam. Dalam hati, Mat Alok tidak mempercayaai omongan Rongrong yang sering membawa nama Pak Kades kalau ingin meminta proyek kepada bawahan Pak Kades. Toh selama ini kalau bertemu Atoli dirinya selalu melihat Atoli masih dibonceng orang. Belum pernah dirinya melihat Atoli naik sepeda motor. Tapi…
***
Suasana di kantor Desa sore itu ramai. Para undangan yang hadir dalam pertemuan itu saling terdiam dan membisu mendengar perdebatan antara Pak Kades dan Atoli aktivis Desa. Keduanya saling beradu  argumentasi. Saling berbantahan kayak program talk show ditipi-tipi itu.
“Kalau Pak Kades menuduh saya yang mengerjakan proyek pembangunan sumur bor di Desa kita ini,  saya mohon Pak Kades membuktikannya dengan fakta dan data. Jangan Pak Kades membuat fitnah sebagai pemimpin,” ungkap Atoli dengan nada tenang.
“Kamu tidak usah cari alasan macam-macam.  Disini ada kontraktornya.Itu orangnya. Itu buktinya,” balas Pak Kades sembari menunjuk seorang lelaki berkepala pelontos  berbadan tambun yang dari tadi duduk terdiam mendengarkan perdebatan mareka bedua.
“Pak Akung. Saya ingin  Bapak menjawab pertanyaan saya dengan jujur.Dan para tokoh masyarakat, agama dan pemuda yang hadir di pertemuan ini akan menjadi saksinya. Inikah orang yang memberi Bapak pekerjaan pengerjaan sumur bor di Desa ini,”tanya Pak Kades sambil menunjuk ke arah Atoli.
“Maaf, Pak Kades. Bukan dia orangnya. Saya juga baru kali ini melihat wajahnya,”jawab sang kontraktor dengan suara mantap penuh wibawa.
“Lalu siapa yang memberi kamu pekerjaan itu,”tanya Pak Kades dengan nada tinggi sambil berdiri dengan wajah sarat kegusaran.
“Itu lho Pak Kades. Orang yang mempertemukan saya dengan Pak Kades di kantor Desa. Waktu itu Pak Kades bilang dia team pemenangan Pak Kades dulu,”jawab sang kontraktor tenang.
“Rongrong,”jawab Pak Kades.
“Benar Pak Kades. Katanya itu perintah Pak Kades,”jawab sang kontraktor dengan nada tenang dan penuh berwibawa. Sontak semua undangan kaget mendengar pengakuan Pak Akung. Semua kaget atas jawaban sang kontraktor itu.
Apalagi Pak Kades yang langsung  terduduk lemas mendengar jawaban Pak Akung. Wajahnya pucat pasi bak maling yang tertangkap basah oleh warga.
***
Dijalanan ibukota Kecamatan yang makin mulus, Rongrong baru saja usai keluar dari sebuah showroom motor. Dengan siulan penuh kebahagiaan dan kemenangan, Rongrong susuri jalanan kebahagian menuju rumahnya. Dan terbayang dalam otaknya kebahagian istri dan anaknya saat melihat dirinya datang dengan motor keluaran terbaru. Ya, motor terbaru sebagai hadiah dari proyek pengadaan sumur bor yang dituduhkannya kepada Atoli. 

———————————————————-
Sabtu, 11 April 2015
Penulis : Rusmin Toboali
Editor   : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-

Lihat juga...