30 Spesies Burung Gili Meno Terancam Punah

 Hutan Mangrove di NTB [Foto:CND]
CENDANANEWS (Lombok) – Pakar ekologi Universitas Mataram (Unram), Wayan Suane mengatakan, sepuluh dari 40 spesies burung sudah tidak bisa ditemukan lagi yang pernah ada dan hidup di kawasan tumbuhan mangrove rawa air asin Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Salah satu di antaranya burung belibis, yang dulunya merupakan burung dengan spesies paling banyak dan mudah ditemukan, sekarang tidak satupun tersisa. Hal tersebut disebabkan karena mulai terganggunya tumbuhan mangrove di sekeliling rawa air asin, sebagai tempat hidup dan berkembang biak.
“Saat melakukan penelitian tentang burung bersama mahasiswa tahun 2006, tumbuhan mangrove disekeliling rawa masih sangat lebat, bahkan untuk bisa menjangkau rawa cukup susah, pinggiran pantai dari dalam rawa juga tidak bisa terlihat, suara kicauan burung juga cukup riuh di sepanjang tumbuhan mangrove” terangnya, Jum’at (03/04/2015). 
Sekarang, kondisi disekitar rawa maupun tumbuhan mangrove sudah mengalami perubahan cukup drastis. Tumbuhan mangrove sudah banyak berkurang, termasuk spesies burung yang hidup disekitar rawa. Hasil penelitian terahir pada 2013 kemarin, jumlah spesies burung di kawasan rawa air asin, hanya tersisa tinggal 30 spesies kata Wayan.
“Dan itupun sangat sulit ditemui sekarang,”katanya.
Dia menyayangkan tumbuhan bakau di kawasan rawa air asin terus dibabat tanpa kendali, selain merusak lingkungan, juga merusak habitat berbagai spesies burung yang ada saat ini. Untuk itu, pihaknya terus melakukan berbagai upaya, termasuk dengan mendorong kesadaran masyarakat akan memelihara kelestarian lingkungan.
“Kita coba sadarkan masyarakat melalui pelatihan dan penyuluhan, program menanam pohon mangrove bagi pelajar di kawasan rawa maupun sekitar pantai, sehingga tertanam rasa cinta akan alam,”katanya.
Lebih lanjut Wayan Suane menambahkan, menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat, kata Wayan tidak harus dengan membangun bungalow atau hotel, tapi bagaiman potensi wisata yang ada bisa dikembangkan sebagai ekowisata, industri tanpa asap, kalau yang lain membutuhkan lahan dan biaya besar, ekowisata bisa memberikan keuntungan cukup dengan menjaga lingkungan tetap lestari, yang akan menarik minat wisatawan berkunjung. 
“Dari sisi edukasi kita dapat, dari sisi ekowisata juga dapat, termasuk sisi pelestarian lingkungan,”katanya.
Memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan tentu tidak bisa dilakukan sendiri, peran serta dan partisipasi masyarakat, aktivis dan orang-orang yang peduli akan kelestarian lingkungan.
“Termasuk teman media sangat dibutuhkan untuk terus melakukan kampanye penyelamatan lingkungan dan habitat yang hidup di dalamnya,”harapnya.

———————————————————-
Jumat, 3 April 2015
Jurnalis : Turmuzi
Editor   : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-

Lihat juga...