Terkait Hukuman Mati, Ketegasan Pemerintah Indonesia, Sikap Pemerintah Belanda dan Brazil.

CENDANANEWS, Eksekusi mati kepada enam terpidana di Boyolali dan Nusakambangan, Minggu (18/1) dini hari WIB berimbas kepada renggangnya hubungan dengan negara yang warganya dihukum mati. Selain melayangkan protes dan membuat kepada negara marah, duta besar (Dubes) masing-masing negara untuk Indonesia ditarik.

BBC melaporkan, ada dua negara yang menarik dubesnya dari Indonesia. Mereka adalah Brasil dan Belanda.
Penarikan dubes ini dilakukan setelah Presiden Brasil Dilma Rousseff marah. Sementara Belanda, Menteri Luar Negeri Bert Koenders menganggap hukuman mati yang dilakukan kepada warganya merupakan bentuk pengingkaran terhadap martabat dan integritas kemanusiaan.
Warga Brasil yang dihukum mati adalah Marco Archer Cardoso Moreira (53) asal Rio de Janeiro. Sementara warga Belanda adalah Ang Kiem Soe (52) yang sama-sama tersangkut kasus narkoba.
Ada enam yang serentak di eksekusi mati. Empat lainnya adalah Namaona Denis (48), warga negara Malawi, Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (38), WN Nigeria,  Tran Thi Bich Hanh (37), Warga Negara Vietnam dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia, Warga Negara Indonesia yang diputus PN pada 2000, MA pada 2001, PK pada 2002. Grasinya ditolak pada 30 Desember 2014.
Langkah tegas pemerintah menghukum mati gembong narkoba menuai pro dan kontra baik dari kalangan masyarakat maupun para pakar hukum. Salah satu pihak yang mendukung adalah Hikmahanto Juwanan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI). Menurut Hikmahantopresiden Joko Widodo tidak perlu risau dengan kritikan negara lain. Sebab apa yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan konstitusi.
Dia mengatakan ada lima alasan mengapa pemerintah tidak perlu ragu dengan keputusan hukuman mati tersebut. 
Pertama yaitu negara yang memprotes kebijakan itu merupakan negara yang warga negaranya dieksekusi mati. Menurut dia, hal itu wajar, karena setiap negara wajb melindungi warganya. “Hal itu juga akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia jika ada warganya yang berurusan dengan hukum di luar negeri,” terangnya.
Kedua yakni, beberapa negara yang memprotes itu merupakan negara yang tergabung di dalam uni eropa. Mereka ingin menyebarkan keyakinan yang mereka anut. Hikmahanto mengaku menurut mereka hukuman mati sudah tidak relevan. “Uni eropa saat ini mencoba melobi negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati. Mereka mempunyai kepentingan menghapus hukuman itu,” jelasnya.
Ketiga,  yaitu hukuman mati tidak sesuai dengan peradaban suatu masyarakat. Hikmahanto mengaku alasan itu tidak menjadi landasan pembatalan hukuman mati. Pasalnya sampai kini sejumlah negara termasuk Amerika serikat masih memberlakukan hukuman mati. Dan itu, kata dia tidak terkait dengan peradaban masyarakat.

Kempat yakni hukuman mati merupakan wujud dari kedaulatan dan penegakan hukum suatu negara. Sepanjang proses hukumnya tidak melanggar aturan, hukuman mati tetap harus dilanjutkan. “Sehingga, jika ada negara lain yang mencampuri keputusan pemerintah itu merupakan bentuk intervensi,” ucapnya.
Kontrioversi hukuman mati tidak hanya diprotes oleh negara lain. Di dalam negeri, tidak sedikit sejumlah LSM yang menolak kebijakan menghabisi nyawa orang itu. Pria asli Jakarta itu mengatakan, alasan yang kelima adalah Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi.
Lebih lanjut, Hikmahanto meminta pemerintah untuk terus melanjutkan hukuman mati. Mengingat dari data BNN ada 66 terpidana mati yang menunggu giliran untuk dieksekusi. 
Dukungan juga datang dari Politikus PKS, Nasir Jamil. Anggota Komisi III DPR ini menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh terpengaruh protes pemerintah Belanda dan Brasil terkait hukuman mati yang dijatuhkan kepada warga negara mereka. Pasalnya, pemerintah berwenang penuh untuk menjatuhkan hukuman tersebut.
“Indonesia harus berdaulat, harus hormati keputusan hukum. Silahkan saja mereka protes tapi tolong hormati,” kata Nasir di Jakarta, Minggu (18/1).
Indonesia tidak pernah mencampuri penegakan hukum di negara lain. Karena itu, sewajarnya negara sahabat menerapkan sikap yang sama terhadap Indonesia.
Lagipula, lanjutnya, dalam kasus ini pemerintah dan masyarakat Indonesia yang dirugikan. Pasalnya, warga negara asing itu mengedarkan narkoba di wilayah dan kepada orang Indonesia.
“Kita yang tahu kondisi dan akibat narkoba, apa rakyat Belanda merasakan,” tegas pria asal Aceh ini.
—————————————————
Senin, 19 Januari 2015
—————————————————
Lihat juga...