
KALIANDA,CENDANANEWS- Selain memiliki potensi Sumber Daya Alam berjuta wisata yang dimiliki Kabupaten Lampung Selatan juga memiliki segudang potensi kesenian daerah lokal, mulai dari tari-tarian, keseni reog, kesenian gamolan, seni tuppeng yang menjadi andalan kabupaten serambi sumatra ini. Namun, ada salah satu kesenian asal tanah pasundan yang hingga kini belum tersentuh oleh tangan pemerintah daerah setempat yang merupakan salah satu kesenian kearifan lokal.
Salah satunya adalah kesenian wayang golek yang dilakukan oleh warga Dusun Suka Bhakti, Desa Sukatani Kecamatan Kalianda, Lampung Selatani, Abah Engkos. Demikian masyarakat sekitar memanggilnya. Raden Engkos Trenggana (70) adalah sebagian masyarakat sederhana yang berupaya
untuk melestarikan daerah asalnya dari budaya Sunda (budaya leluhur), Abah Engkos sejak tahun 1984 mendirikan kelompok seni yang diberi nama Kelompok Seni Cahaya Komara, selain sebagai pengerajin wayang golek ia juga berprofesi sebagai dalang untuk mengajarkan seni budaya sunda.
Namun, Abah Engkos dalam mengembangkan seni budaya warisan nenek moyangnya terkendala dengan keterbatasan alat-alat seni yang dimilikinya saat ini.
” alat-alat seninya yang Abah punya saat ini sudah hampir lapuk dimakan usia, dan ada pula yang sudah rusak seperti Kendang maklum alat itu di buat sejak puluhan tahun lalu,” tuturnya saat ditemui
dikediamannya, Minggu (18/1/2015).
Uniknya ditengah keterbatasannya itu, abah trampil dan membuat Golek dari batang kayu. “Lantaran abah ingin melestarikan budaya sunda, biasanya membuat golek kalau ada yang membeli atau memesannya terlebih dahulu,”kata Engkos.
Pria asal Subang Jawa Barat itu tak pernah mematahakan semangat, laki-laki paruh baya ini terus semangat untuk tetap melestarikan seni budaya. “Abah Sieun budaya leluhur Urang tergilas oleh kebudayaan zaman ayeuna apalagi kebudayaan orang asing,” paparnya.
Diperoleh keterangan, ia mendirikan kelompok Cahaya Komara itu dengan modal sendiri, dan tanpa meminta bantuan orang lain, dengan beranggotakan sebanyak 26 orang lengkap berikut penyanyi sinden.
Walaupun memiliki keterbatasan alat kadang kelompok Abah Engkos sering diundang untuk mengisi acara-acara tertentu seperti ketika acara Khitanan, resepsi pernikahan memperingati hari kemerdekaan Negara RI dan lain sebagainya. “Kebanyakan abah sering dapat panggilan diluar wilayah Lampung Selatan, seperti Bandar Lampung, Metro dan Lampung Timur. Bahkan dulu pak walikota pernah mengundang abah sekitar tahun 98, “ucap Abah.
Engkos sendiri mengaku sudah beberapa kali mengajukan kepada intansi terkait melalui desanya agar mendapatkan dukungan dari pemerintahan daerah setempat tentang kesenian yang dilakoninya. “Dulu saya sudah pernah meminta agar dibantu peralatan kesenian untuk mendukung program dukungan pemerintah, tapi sampai saat ini tak pernah terealisasi,” papar Engkos. Diceritakan Engkos, ilmu mengukir wayang ini didapat secara otodidak sejak ia masih kecil. Untuk melestarikan tradisi pembuatan wayang. Tokoh pewayangan yang paling banyak dipesan, kata dia, adalah punakawan (Cepot, Dawala, Gareng dan Semar). Setiap wayang yang akan dijual, kata dia, dihargai mulai dari Rp 75.000 hingga 250.000/wayang. Tergantung kerumitan dalam pembuatannnya.
Berbagai inovasi dan modifikasi dalam pembuatan maupun pementasan wayang golek juga telah menarik minat kalangan masyarakat di luar suku Sunda sendiri, bahkan hingga kalangan turis asing.
“Dulu pernah ada Turis dari inggris memborong hasil kerajinan abah, bila pemerintah cuek-cuek saja karya anak bangsa yang didapat secara turun temurun dapat saja punah,” tuturnya. (Henk Widi)
———————————————————————
Senin, 19 Januari 2015
Penulis Henk Widi
Editor Sari Puspita Ayu
———————————————————————