Kontroversi topi santa dan pemakai jilbab

Menjelang perayaan Natal, media sosial diramaikan dengan kontroversi tentang kewajiban menggunakan topi Santa yang diduga dilakukan sejumlah pusat perbelanjaan terhadap karyawan Muslim.
Kontroversi ini mulai ramai dibicarakan pertengahan Desember lalu dan selama dua pekan terakhir sudah ada lebih dari 9.000 kicauan di Twitter. Salah satu pengguna yang aktif menyuarakan pendapatnya adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Fahmi Idris.
Kepada BBC Indonesia, Fahira mengatakan bahwa dia menerima ratusan keluhan melalui surat elektronik dan SMS dari berbagai daerah.
“Mereka melaporkan bahwa masih ada perusahaan yang mengharuskan semua karyawannya untuk mengenakan atribut Natal yang jika dilanggar akan dikenakan sanksi. Saya khawatir hak karyawan Muslim yang tidak bersedia mengenakan atribut Natal. Hak mereka yang saya perjuangkan,” jelasnya.
Laporan itu, lanjut Fahira, disampaikan oleh karyawan perempuan Muslim dan sebagian besar dari mereka berjilbab. Fahira mengganggap praktik itu sebagai wujud intoleransi dan mengirim surat himbauan kepada asosiasi ritel, pusat perbelanjaan, hotel, restoran dan meminta agar aturan wajib itu dihapuskan.
Topik ini langsung menyita perhatian pengguna Twitter. Banyak yang mengungkapkan dukung terhadap Fahira dan beranggapan bahwa pemaksaan dalam bentuk apapun adalah bentuk pelanggaran hak asasi.
Namun tidak sedikit juga yang mengkritik. Akun ?@azlubis pada 21 Desember misalnya mengatakan, “Sejak kapan topi Santa jadi atribut resmi ibadah agama tertentu? Buat saya topi santa sama kayak blankon, kupluk dll.”
Lain lagi dengan akun @aipsun pada 15 Desember menulis: “Kisruh topi Santa ini cuma di Twitter saja. Saya yakin semuanya menikmati suasana Natal di mall dengan diskon ini itu.”
Sumber BBC
Lihat juga...