Korupsi dan Hukum Potong Tangan ?

Penjara tidak membuat pelakunya jera. Sukamiskin sempat menjadi “villa” para terpidana korupsi. Hidup mewah. Mungkin justru menjadi “sekolah modus operadi korupsi”. Saling tukar trik antar pelaku dalam meloloskan dari jeratan hukum. Agar seharusnya tidak masuk Sukamiskin. Mungkin juga masih melakukan intruksi koleganya untuk melakukan korupsi.

Setelah masa tahanan selesai, tanpa rasa malu maju kembali ke dalam gelanggang publik. Menjadi pejabat publik.

Penjara dan pengembalian hasil korupsi tidak membuat jera. Sementara hukuman mati tidak berlaku lagi di Indonesia. Sejak tahun 2026 mendatang.

Jadi, sanksi seperti apa yang kira-kira perlu dicoba untuk meredam korupsi?. Sanksi yang efektif memberi efek jera?.

Islam memiliki konsep hukum potong tangan bagi pencuri (QS, 5:38). Korupsi, esensinya juga mencuri keungan negara dan rakyat banyak. Jumlah yang dicuri sangat banyak.

“Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”

Hukum potong tangan merupakan salah satu dari sedikit hukum pidana yang telah ditetapkan dalam Islam. Ialah murtad, membunuh, melukai, zina, menuduh zina, begal-rampok, menentang penguasa yang tidak salah.

Terdapat sejumlah pihak menganggap hukuman potong tangan tidak manusiawi. Tapi hukum modern menerapkan hukuman yang lebih kejam. Hukuman mati. AS menerapkan hukuman mati untuk pembunuhan kategori berat. Tiongkok mengusir koruptor dengan hukuman mati. Masalahnya di Tiongkok hanya ada partai tunggal: Komunis. Kesalahan penerapan hukuman mati sulit terkoreksi di bawah kekuasaan tunggal. Lawan politik bisa dituduh korupsi untuk kemudian dilenyapkan.

Lihat juga...