Kebijakan itu tentu saja merugikan koruptor, mafia anggaran, mafia pangan, mafia tanah, mafia SDA. Orang atau jaringan kelompok orang yang selama ini diuntungkan akan terusik zona nyamannya. Bahkan bukan saja merugikan aktor-aktor pelaku moral hazard dalam negeri. Kewajiban “penyimpanan devisa tambang di dalam negeri” misalnya. Akan berdampak pula secara geoekonomi. Perusahaan multi national company terdampak kebijakan ada yang dirugikan. Bahkan negara yang selama ini diuntungkan sebagai penikmat penyimpanan devisa tambang juga dirugikan.
Kebijakan radikal Presiden Prabowo itu rawan perlawanan dari para koruptor dan mafia. Beserta para pendukungnya. Bentuknya beragam. Bisa berupa perlawanan terbuka. Bisa perlawanan tertutup.
Bentuk perlawanan terbuka adalah melalui instrumen hukum. Seperti kasus Sekjen PDIP Hasto. Perlawanan mafia bisa juga dalam bentuk lobi pejabat publik. Bisa juga Mengorganisir demonstrasi atau protes publik. Meminjam tangan apsirasi publik untuk membatalkan kebijakan negara yang merugikan para korutor dan mafia. “Nabok nyilih tangan”. Begitu istilah bahasa Jawa mengatakan.
Sedangkan perlawanan secara tertutup bisa dalam bentuk memberi suap kepada pejabat tertentu. Intimidasi dan kekerasan.Menakut-nakuti pendukung kebijakan negara. Propaganda dan disinformasi mendelegitimasi pemerintah.
Tujuan perlawanan para koruptor dan mafia ialah digagalkannya kebijakan yang membatasi ruang geraknya. Ruang gerak operasi para koruptor dan mafia. Yang selama ini menguntungkan dan membuat nyaman hidupnya.
Perlawanan para korutor dan mafia itu bisa berdampak kerugian ekonomi. Instabilitas politik. Juga merosotnya kualitas pelayanan publik. Ketika situasi ini tercipta, para koruptor dan mafia (birokrasi, anggaram, tanah, peradilan, SDA, dll) akan bisa mengendalikan negara.