Pembauran itu melahirkan segregasi sosial yang tidak sederhana. Orang-orang Belanda darah murni, “Belanda totok” merasa strata sosialnya lebih tinggi daripada kaum Indies (berdarah campuran). Bahkan tempat tinggal juga dibedakan antara “Belanda totok” dengan Indies itu. Termasuk kapling dalam profesi/pekerjaan.
Maka dari itu muncullah Indische Partij dengan pengurus diantaranya: Douwes Dekker, Suwardi Suryaningrat, Tjipto Mangun Kusumo. Melawan segregasi itu. Mereka mempromosian sebutan Indie atau Indiers. Bagi penduduk yang bertempat di Hindia Belanda. Tidak ada segregasi antara “Belanda totok”, maupun Indies (Belanda campuran). Gerakan kesetaraan ini dibungkam oleh pemerintah Hindia Belanda.
Masuknya Jepang membuat Indies, Indo, menderita. Dijebloskan kamp konsentrasi. Pada saat Jepang kalah perang, Indonesia melawan masuknya Belanda. Pribumi mencurigai siapa saja yang menyerupai Eropa, Belanda, dianggap bagian penjajah Belanda. Tak terkecuali Indies. Periode 1945-1965 terdapat 300.000 orang Belanda, Indo, atau orang Pribumi pro Belanda memilih migrasi ke Belanda. Prosesnya higga mencapai 5 tahap. Termasuk tahap kelima lahir UU Kewarganegaraan untuk memilih:Naturalisasi atau kembali ke Belanda.
Orang Indies dalam posisi terjepit. Di Belanda dianggap sebagai strata bawah. Tidak memiliki darah Belanda Murni. Di Indonesia dianggap kolaborator penjajah.
Kini ada naturalisasi pemain bola. Peristiwanya sudah lama dari era segregasi sosial itu. Keturunan Indies itu pulang ke tanah leluhurnya. Tanah orang tuanya dilahirkan. Tidak dengan persepsi sebagai bagian penjajah. Melainkan melalui pembuktian kesetiaan nasionalisme. Sebagai pejuang pembela timnas negaranya.