Kenapa tidak cukup DPR saja?. Bukankan ia mewakili rakyat secara keseluruhan?. Dipilih langsung oleh rakyat?
Anggota DPR direkrut melalui partai politik. Bersifat partisan. Loyalitasnya pada parpol dan visi politik parpol tempat bernaung. Terpilih oleh kelihaiannya kerja-kerja politik meyakinkan pemilih. Melalui proses rumit dengan segala manuvernya.
Tidak sedikit orang menganggap anggota DPR tidak ubahnya messenger boy atau pembawa pesan misi parpol belaka. Atau bahkan misi elit perpol. Tidak selalu bisa diandalkan menyuarakan aspirasi rakyat dan bangsa.
Pendiri negara kemudian menambah UD. Sebagai representasi masyarakat daerah yang multi kultur. Berikutnya ditambah lagi UG, sebagai representasi golongan-golongan yang ada di Indonesia.
UG lahir dari ketokohan masyarakat dalam proses panjang. Seperti pimpinan agama, pimpinan adat, cendekiawan, ketokohan bisnis, pemuda, dan seterusnya.
Pada pundak UG inilah misi “pemimpin hikmat kebijaksanaan” disematkan. Kumpulan orang-orang arif, cerdik pandai, bijaksana, akan menjadi pengimbang perspetif anggota DPR yang bersifat partisan.
Kaum cerdik pandai, arif bijak ini dikumpulkan melalui UG. Untuk memimpin demokrasi kita pada kearifan tertinggi. Mewujudkan amanat Pancasila.
Ialah terwujudnya peradaban bangsa ber-Tuhan. Konsekuensinya melindung martabat kemanusiaan yang berkeadilan dan berkeadaban.
Institusi hikmat kebijaksanaan ini dihapus oleh amandemen. Orang-orang arif bijak dan cendekia bangsa ini tidak dilibatkan dalam proses formal penyelenggaraan negara. Mereka ditempatkan sbagai nara sumber belaka.