Neonatus

CERPEN JENIA XAVIERA

Di dalam 24 jam mereka hanya menyisakan 4 jam untuk tidur dan beristirahat. Tenaga yang masih muda memang berbeda dengan yang sudah lanjut usia. Apalagi mereka getun atau kecewa sekali untuk bekerja. Tidak mudah loyo dan geraknya lebih gesit.

Tetapi berbeda dengan Minem. Gadis desa yang baru berusia 11 tahun itu justru sebaliknya. Ia memiliki pemikiran yang berbeda dari anak-anak lainnya.

Ia sangat mencintai dunia membaca dan kelak cita-citanya ingin menjadi seorang guru. Tidak heran jika di desa itu hanya Minem yang mau sekolah.

Tidak masalah bagi Minem jika dalam perjalanannya hanya ditemani suara dari hentakan kakinya sendiri. Meski setiap malam ia kerap membantu simbok untuk mengambil air di desa yang cukup jauh baginya.

Kemarau makin panjang. Artinya makin lama Minem mengambil air di desa seberang setiap malam. Segala desahan dan letupan-letupan penat dalam dada tidak pernah ia keluarkan di hadapan simbok meski ia ingin sekali mengeluarkannya. Entah akan berakhir kapan kemarau ini. Makin sering dipikirkan makin tambah runyam dan beban.

Di sore hari, saat Minem berada di pelataran rumahnya sendiri, seorang teman datang menghampiri Minem. Namanya Sri, rumahnya tidak jauh dari rumah Minem. Umurnya sama seperti Minem.

Masih 11 tahun. Dalam pertemuan Sri dan Minem. Sri bermaksud untuk mengajak Minem dalam menanggulangi anak-anak yang putus sekolah dan mewujudkan pemikiran-pemikiran sehat dari tubuh anak-anak di desanya.

Hal itu ia lakukan untuk mencegah pernikahan dini. Maklum hal tersebut sesuatu yang dianggap normal bagi warganya. Dan juga hal yang sudah turun-temurun dari nenek moyang mereka.

Lihat juga...