Perlindungan hukum secara preventif adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Dengan demikian perlindungan hukum ini dilakukan sebelum terjadinya sengketa. Prinsip dasar perlindungan hukum bagi pengguna layanan fintech.
Prinsip-prinsip tersebut diatur pada Pasal 29 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi antara lain prinsip transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, dan penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.
Perlindungan hukum secara represif adalah perlindungan hukum yang tujuannya untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum ini baru bisa dilakukan setelah timbulnya sengketa terlebih dahulu. Khusus dalam sengketa pinjol ini mengacu pada Pasal 38 dan Pasal 39 POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Mengacu pada kedua pasal tersebut, penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara, pertama, mekanisme intern bagi para pihak yang terlibat dalam kontrak. Kedua, mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan baik melalui arbitrase maupun meminta bantuan kepada OJK sebagai mediator.
Untuk menjamin kepastian hukum sebagai wujud adanya perlindungan hukum bagi para pihak dalam pinjol, terdapat konsekuensi hukum yang akan dihadapi oleh penyelenggara maupun pemberi pinjol. Pertama, jika salah satu pihak melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana yang dituangkan dalam POJK, maka dapat dikenakan sanksi mulai dari sanksi administrasi dan denda.
Kedua, adanya kemungkinan penerapan pidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf f UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf f mengatur tentang larangan bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa. Sementara dalam Pasal 62 ayat (1), disebutkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, termasuk penyelenggara pinjol, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp2 miliar. Merujuk pada ketentuan tersebut, maka terhadap penyelenggara atau pemberi pinjol, baik yang legal maupun yang ilegal dapat dipidana penjara dan/atau denda.