Pencurian Minyak Sawit Berdampak Cemari Kualitas Produk
PEKANBARU – Pakar Ekonomi Universitas Riau, Dr. Hendro Ekwarso, M.Si, menyatakan praktik mafia pencurian minyak sawit (CPO) di Riau makin marak saat pandemi COVID-19 melanda Riau dikhawatirkan berdampak terhadap citra Indonesia pada perdagangan internasional menjadi buruk karena kualitas CPO tercemar.
“Contoh dulu kasus CPO dicampur solar, lalu ekspor Riau ‘di-reject‘ di Eropa dan dibalikan lagi ke Indonesia. Yang rugi pengusaha sawit juga, penerimaan negara tidak ada, pada akhirnya fatal bagi rakyat dan petani sawit,” kata Hendro Ekwarso di Pekanbaru, Selasa.
Dia mengatakan, jika pasar internasional menolak produksi CPO dari Riau maka akan terjadi kemiskinan massal terhadap 2 juta petani sawit Riau, sehingga perlu ketegasan pimpinan institusi penegak hukum mulai dari Lanal Riau, Kapolda Riau, menindak masing-masing anggotanya yang terlibat.
Peluang pencurian CPO cukup besar mulai dari CPO berangkat dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menuju titik kumpul Dumai, sebab jarak antar pabrik dengan Pelabuhan Dumai cukup jauh dan waktunya cukup lama. Karena ada ruang, ada jarak, ada kesempatan kemudian ditambah ada dukungan dari pihak lain di luar sopir.
“Sopir sering dituduh menjadi pelaku pencurian, padahal maraknya praktik mafia pencurian CPO di Dumai, diumpamakan simbiosis mutualisme. Artinya di sini ada yang saling terkait dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Tidak mungkin kasus pencurian CPO ini akan berdiri sendiri atau hanya sampai ke tangan sopir saja,” katanya.
Jika tidak ada penampung CPO ilegal, katanya, lalu sopir mau jual kemana CPO itu? Katakan ada penadah dan jika aparat mau bekerja serius maka penadah bisa ditangkap cukup banyak sekaligus menutup peluang terjadinya pencurian komoditas non migas itu.