Mengenal Tradisi ‘Mamaca’ di Situbondo, Mengandung Nilai Sakral

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Menurutnya, kegiatan mamaca menjadi sulit dilakukan, apabila naskah tidak dipahami secara utuh.

“Naskah itu menggunakan tulisan bahasa Arab, namun dibaca dengan lantunan bahasa Jawa. Pemahaman naskah sangat perlu, karena setiap kegiatan mamaca dilakukan, ada tekanan khusus nada naik-turun yang harus dilantunkan. Hal tersebut untuk menerangkan makna yang disampaikan,” ungkapnya.

Innaya menambahkan, mamaca tidak hanya sekadar kegiatan membaca naskah tulisan yang ada, melainkan memiliki unsur dan nilai kebudayaan sakral di dalamnya yang masih banyak dipercaya oleh masyarakat.

Tampilan salah satu naskah mamaca, menggunakan tulisan bahasa Arab, Minggu (17/10/2021). Foto: Iwan Feri Yanto

Secara terpisah, pegiat kebudayaan, Nur Imama, S. Sos, warga Desa Kandang Lembung, Kecamatan Kapongan, Situbondo mengatakan, pelaku budayawan mamaca sendiri masih identik dengan golongan usia tua menengah ke atas. Sedangkan untuk golongan usia muda belum ada yang terlibat langsung.

“Keterlibatan anak muda perlu tentunya. Namun persoalan lain, ada pada niat dan kemauan diri sendiri. Sejatinya, peran pemuda sangat penting dalam rangka menjaga dan melestarikan nilai kebudayaan mamaca,” ucapnya.

Selain itu, warga lain yang akrab disapa Nung Ma mengaku, tradisi mamaca sangat banyak manfaatnya dan mengandung nilai-nilai ajaran agama Islam.

Manfaat dari mamaca yang terkandung di dalamnya, yakni menjaga ikatan silaturahmi dan menjauhkan diri dari gangguan makhluk gaib yang masih banyak dipercayai masyarakat Situbondo.

Lihat juga...