Pandemi Jadi Tantangan Berat Pendidikan Anak Autis
Editor: Koko Triarko
Ia juga menyampaikan, saat pandemi ini, gadget menjadi masalah yang berat juga. “Gadget ini menyedot perhatian mereka banget. Bukan hanya pada anak ABK saja ternyata, anak biasa juga mengalami masalah dengan ini. Saya masih berupaya mengaturnya dengan lebih banyak menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan mereka. Sehingga mereka tidak lari ke gadget,” tuturnya.
Tapi, ia mengakui sosialisasi dengan anggota serumah saja tidak cukup untuk mengembangkan sosialisasi bagi para remaja dengan spektrum autisme.
“Jadi memang harus ada wadah atau komunitas yang bisa membantu mereka untuk bersosialisasi dengan orang yang bukan keluarga, dan dengan orang yang non ABK. Saat ini, saya mengandalkan social club ini. Paling tidak sementara pandemi ini kita maksimalkan yang ada,” tuturnya lagi.
Dan, untuk anak dengan spektrum autisme yang belum mencapai usia remaja, ia menyarankan untuk jangan pernah berhenti mengajari apa saja terkait sosialisasi ini.
“Walaupun mereka terlihat acuh, mereka itu menyimpan semuanya di otak mereka. Dan, tipikal autisme ini sangat kepo dan ingin tahu. Kelihatannya saja mereka tak peduli, tapi mereka sebenarnya merekam semuanya. Jadi, kalau kita terus berulang memberitahu mereka, mengajari, mencontohkan, maka saat pandemi ini selesai dan mereka keluar rumah, mereka bisa mengingat dan melakukan apa yang kita ajarkan,” tandasnya.
Fasilitator Social Club, Angelia Kristianti Permana, yang turut hadir dakam acara ini, menyampaikan bahwa Social Club ini merupakan komunitas inklusif yang melakukan kegiatan bersama dengan target pencapaian tertentu.
“Saat offline, banyak acara yang bisa dilakukan dan mereka bisa berinteraksi secara langsung dengan orang lain yang bukan keluarga mereka,” kata Angel.