Pengolahan Sagu Tradisional di Maluku Masih Bertahan

AMBON – Warga di sentra tanaman sagu di Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, masih mempertahankan cara tradisional untuk mengolah komoditas bahan pangan tersebut.

“Rata-rata yang membuat sagu adalah anak-anak muda, dan caranya masih sama (tradisional, red.) tidak berubah,” kata warga Desa Tulehu, Deki (42) di Ambon, Senin (2/8/2021).

Ia mengatakan, Tulehu sentra tanaman sagu di Maluku, di mana tempat tersebut terdapat empat jenis pohon sagu yang sudah ditanam secara turun-temurun oleh warga setempat. Pengolahan sagu di Tulehu juga masih mempertahankan cara tradisional, membutuhkan tenaga dan waktu yang cukup lama untuk membuatnya.

Fadli, seorang pengolah sagu di daerah itu, mengatakan permintaan sagu di daerah tersebut paling banyak untuk memenuhi kebutuhan di Kota Ambon, Ibu Kota Provinsi Maluku.

Ia mengatakan, harga satu sagu tumang di tingkat pengumpul di Kota Ambon Rp35.000. Sagu tumang hasil pengolahan secara tradisional komoditas tersebut, berupa sagu yang dibungkus daun. Sagu tumang dijadikan tepung sagu dan papeda, makanan khas Maluku berupa sagu yang disiram air panas, sehingga seperti bubur dengan tekstur yang kenyal.

“Satu sagu tumang di pengumpul Rp35.000, tapi kalau sudah harga eceran bisa dua kali lipatnya,” ujarnya.

Ia menjelaskan, perbedaan mengolah sagu yang menggunakan alat mekanik hanyalah mesin pemarut dan gergaji mesin. Mesin tersebut menggantikan proses lama, yakni memukul sagu untuk mendapatkan serat dari mot (batang pecahan).

Selebihnya masih tradisional. Begitu batang pohon sagu ditebang dari hutan dan dipotong menjadi mot, langsung dialirkan ke sungai menuju tempat pemarutan di bagian hilir. Tempat itu bernama Walang Goti, yang biasanya ada 4-5 pekerja. Di tempat itu mot dipecah lebih kecil, sehingga mudah untuk diparut, kemudian melalui proses penyaringan yang disebut Sahani.

Lihat juga...