Peneliti BPPT: Perkebunan Energi, Alternatif Pengganti Impor BBM
Editor: Makmun Hidayat
Solusinya, menurut Agus hanya satu. Yaitu membangun industri BBM yang bahan bakunya berasal dari negeri sendiri dan bukan lifting migas. Karena lifting migas Indonesia terus menurun karena proses mendapatkannya semakin sulit dan investor lebih memilih negara lain yang proses mendapatkan migasnya lebih mudah.
“Semakin sedikit BBM yang kita impor, artinya ketahanan energi kita semakin kuat. Di masa depan, dimana harga energi akan meningkat atau sangat fluktuatif, negara-negara yang tidak punya ketahanan energi yang kuat, maka akan tergerus juga ketahanan finansialnya,” kata peneliti yang bergabung dalam Ikatan Alumni Habibie (IABIE) ini.
Agus menyatakan alternatif yang bisa dilakukan Indonesia adalah mencadangkan tanahnya sebagian untuk perkebunan energi.
“Seperti diketahui, sekarang sudah ada teknologi untuk mengubah minyak nabati menjadi solar, bensin, avtur , lpg dan minyak tanah. Dan mutunya bahkan bisa lebih bagus dari BBM yang beredar sekarang, kandungan sulphurnya lebih rendah, dan angka octane atau cetane-nya lebih tinggi,” ucapnya.
Jika dilakukan pencadangan tanah 10 persen dari luas lahan Indonesia yang 200 juta hektare, ia menyatakan cadangan energi untuk bahan bakar harusnya tidak menjadi masalah di jangka panjang.
“Karena BBM yang bersumber dari perkebunan energi ini tidak akan pernah habis, selama ada sinar matahari, ada hujan, dan ada manusia-manusia yang menanam dan memanennya. Hal ini tidak terjadi pada BBM yang bersumber dari fosil, yang cepat atau lambat akan habis,” ucapnya lagi.
Agus menyebutkan bahwa tanaman yang digunakan sebagai bahan baku tak melulu pohon sawit. Seperti yang banyak disampaikan.