Indonesia Dinilai Belum Baik dalam Mengelola Data Bencana Iklim
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
“Ketika karakter sudah diketahui, maka bisa digunakan sebagai dasar penyusunan langkah kebijakan dalam mengelola kebencanaan. Wilayah Benua Maritim Indonesia memang sangat luas, namun BMKG, sebagai penyedia data informasi cuaca dan iklim, sudah bisa membagi menjadi beberapa region yang dipengaruhi oleh Monsun atau Musim dan yang tidak,” kata Widodo saat dihubungi terpisah.
Ia menyataka,n interaksi iklim-laut memang ada yang periodik, seperti monsun atau musim, sehingga bisa lebih mudah diprediksi.
“Seperti, Monsun Angin Barat air permukaan laut lebih hangat atau panas sehingga ketika evaporasi menjadikan udara lebih basah kemudian menyebabkan musim penghujan pada Desember-Februari. Sebaliknya Monsun Angin Timur air permukaan laut lebih dingin, udara cenderung dingin dan kering menyebabkan musim kemarau atau kering pada Juni-Agustus,” urainya.
Namun, musim penghujan dan musim kemarau yang periodik tersebut bisa berlangsung lebih panjang waktunya atau lebih pendek ketika mengalami gangguan oleh adanya pengaruh telekoneksi El Nino Southern Oscillation (ENSO) dari Samudera Pasifik, dan telekoneksi Indian Ocean Dipole (IOD).
Dengan perkembangan teknologi pemantauan cuaca, iklim-laut dengan satelit, dan pemantauan laut secara langsung dengan teknologi oceanographic mooring buoy , maka bisa didapatkan data yang lengkap, luas, tepat dan akurat. Data-data tersebut kemudian bisa dimasukkan kedalam berbagai pemodelan numerik untuk simulasi prediksi dinamika iklim-laut tiga hari kedepan, tujuh hari kedepan atau bahkan puluhan tahun kedepan, tergantung dari spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak (super) Komputer yang dipunyai oleh Indonesia saat ini.