Panen Buah Pinang, Hasil Sampingan Petani Kaki Gunung Rajabasa
Editor: Makmun Hidayat
LAMPUNG — Sistem penanaman komoditas pertanian tumpang sari hasilkan buah pinang sebagai sumber penghasilan sampingan.
Aminah, salah satu petani di Desa Rawi, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan menyebut pinang oleh warga setempat disebut buah jebuk, jambe dan maman. Semula buah pinang hanya dipakai untuk acara adat dikunyah bersama kapur sirih, daun sirih dan mulai dipakai untuk pewarna kain.
Permintaan buah pinang atau Arecha catechu untuk pewarna kain sebut Aminah dimulai sejak belasan tahun silam. Buah pinang semula ditanam sebagai tanaman penanda batas kebun. Nilai ekonomis buah pinang mulai dirasakan sejak tahun 2009 ada permintaan untuk industri dari Jambi. Buah pinang utuh kering dijual mulai harga Rp4.000 per kilogram, buah pinang belah Rp10.000 per kilogram.
Seiring peningkatan permintaan, Aminah menyebut buah pinang utuh mencapai Rp9.000 per kilogram. Buah pinang belah kering bisa mencapai Rp12.000 pada level petani. Harga sebutnya berpotensi berubah menyesuaikan permintaan dan hasil panen. Petani pekebun di kaki Gunung Rajabasa yang melihat potensi usaha budidaya pinang memanfaatkan kebun, pekarangan rumah untuk perbanyakan tanaman.
“Buah pinang menjadi komoditas hasil kebun sampingan karena pada lahan kebun petani memiliki komoditas utama lada, kopi dan berbagai jenis tanaman produktif, namun nilai ekonomis menjanjikan membuat petani melirik pinang untuk dikembangkan lebih banyak,” terang Aminah saat ditemui Cendana News, Senin (14/6/2021).
Pohon pinang sebut Aminah bisa ditanam memakai biji yang mudah bertunas. Penanaman dengan jarak minimal 3 meter dengan sistem berjajar akan menghasilkan buah setelah usia 4-5 tahun. Jenis pinang yang dibudidayakan sebutnya berasal dari varietas unggul. Varietas itu berbuah dalam waktu singkat dan memiliki buah yang lebat, berbuah sepanjang waktu.