PBB Sebut Kekerasan Seksual Digunakan sebagai Senjata Perang di Tigray

Konflik tersebut telah menewaskan ribuan orang dan memaksa ratusan ribu lainnya mengungsi dari rumah mereka di wilayah pegunungan, yang berpenduduk sekitar 5 juta itu. Eritrea telah membantu pasukan Ethiopia, meskipun Eritrea berulang kali membantah pasukannya berada di Tigray.

Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, telah mengakui kehadiran Eritrea dan PBB serta Amerika Serikat telah menuntut pasukan Eritrea mundur dari Tigray.

“Baik PBB maupun badan kemanusiaan yang bekerja sama dengan kami tidak melihat bukti penarikan dari Eritrea,” kata Lowcock.

Perempuan Jadi Sasaran

Lowcock mengatakan, dia telah menerima laporan pada Kamis pagi, bahwa 150 orang tewas karena kelaparan di Tigray, dan memperingatkan “kelaparan sebagai senjata perang adalah pelanggaran.”

Doktor Fasika Amdeselassie, pejabat tinggi kesehatan masyarakat untuk pemerintahan sementara yang ditunjuk pemerintah di Tigray, mengatakan, bahwa setidaknya 829 kasus kekerasan seksual telah dilaporkan di lima rumah sakit sejak konflik dimulai.

“Tidak ada keraguan, bahwa kekerasan seksual digunakan dalam konflik ini sebagai senjata perang,” kata Lowcock, menambahkan mayoritas pemerkosaan dilakukan oleh pria berseragam, dengan tuduhan yang dibuat terhadap semua pihak yang bertikai.

“Hampir seperempat laporan yang diterima oleh satu lembaga melibatkan pemerkosaan berkelompok, dengan banyak pria menyerang korban; dalam beberapa kasus, wanita telah berulang kali diperkosa selama beberapa hari. Anak perempuan berusia delapan tahun menjadi sasaran,” kata Lowcock.

Duta Besar Ethiopia untuk PBB, Taye Atskeselassie Amde, mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah sedang menyelidiki semua pelanggaran hak. Dia menuduh Lowcock “berperilaku tidak seperti seorang yang menjalankan misi kemanusiaan, tetapi musuh yang bertekad untuk melakukan semacam pembalasan.”

Lihat juga...