Memulihkan Suharto, Memulihkan Adab Kita

OLEH: RADHAR PANCA DAHANA

Karena itu, sejarah sudah mestinya ditegakkan seperti tiang bendera besi yang lurus lempang, bukan rumput atau benang basah yang meliuk atau bengkok hanya dengan tiupan angin kecil. Suharto saya kira mesti diperiksa, dipelajari dan dinilai kembali secara obyektif, berdasarkan data-data obyektif, menempatkannya secara proporsional dalam sejarah bangsa ini. Sebagaimana dulu Suharto melakukan pada pendahulunya. Sebagaimana seharusnya bangsa yang beradab, atau bangsa yang ingin mengembalikan keluhuran adabnya. Dengan memulihkan secara profesional pemimpin besar (sebagaimana banyak pengakuan dari pelbagai negarawan dunia) Suharto, sesungguhnyalah kita juga memulihkan keadaban kita agar tidak lebih jatuh dari kenadiran yang mencekam saat ini.

Buku “100 Tahun Pak Harto” yang disusun oleh Noor Johan Nuh ini mungkin bisa menjadi salah satu bahan atau data obyektif untuk melakukan semacam historical rejudgement pada sosok yang terlalu banyak mendapat khianat dan fitnah itu. Yang memendam semua duka bangsa itu dalam hati dan senyumnya yang tak henti. Dengan buku ini kita bisa mungkin lebih memahami apa sesungguhnya yang ada dalam perasaan, pikiran dan batin Suharto sebagai Presiden, terhadap rakyatnya, terhadap bangsa dan negara yang dipimpinnya.

Semua terlihat seperti sebuah foto, gamblang dan tak berdusta. Karena memang foto bisa bicara dengan makna lebih dari “seribu kata”. Kejujuran data bahkan bisa membongkar dusta-dusta yang selalu melingkarinya. Semoga semua hasilnya menjadi berkah bagi yang membaca, berkah bagi semua manusia yang mencintai Indonesia, berkah bagi masa depan bangsa kita. ***

Lihat juga...