Inilah Pengalaman Jatuh Bangun Berbisnis Hijab

Di ibu kota, perempuan 28 tahun bekerja menjaga toko dari pagi hingga malam dengan gaji Rp250.000 per bulan. Pahit manis ia rasakan di Jakarta, mulai dari dituduh yang tidak-tidak sampai terpaksa makan sisa karyawan toko lain karena belum menerima gaji.

Namun semua berubah dengan kerja keras ketika Chika menunjukkan dirinya adalah sosok karyawan yang tekun hingga menyandang status sebagai anak emas dan dipromosikan sebagai kepala toko.

Tahun 2017 atau hampir 10 tahun bekerja sebagai karyawan toko, Chika harus menelan pil pahit saat merima status pemecatan dirinya, sesaat setelah melepas masa lajang.

Tak mau lama-lama bersedih, Chika dan suami –Arwin Burhan, mencoba peruntungan dengan berjualan hijab di sebuah toko sepetak berukuran 2×2 meter di Thamrin City, Jakarta Pusat dengan modal uang pesangon yang ia dapat dari bos pemilik toko tempat awal ia bekerja.

“Saat itu saya jualan hanya setengah toko dan boleh berjualan hanya di hari-hari tertentu selain hari Senin dan Kamis, hari di mana toko biasanya ramai. Ketika bukan hari berjualan, barang harus dipindah ke gudang padahal saat itu saya sedang hamil muda anak pertama,” lanjut Chika.

Bukan tanpa rintangan, Chika mengatakan bagaimana ia kerap dipandang sebelah mata dan sulit mendapatkan barang importir saat awal-awal berjualan. Belum lagi nasib malang yang menimpa suami.

Arwin sang suami, yang juga seorang perantau kelahiran Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan datang ke Jakarta pada akhir 2013 dengan hanya membawa uang saku sebesar Rp300 ribu. Sesampai di Jakarta, Arwin sempat menumpang hidup di rumah salah satu sabahatnya yang memiliki usaha konveksi rumahan.

Lihat juga...