‘Ceng Beng’ Tradisi Hormati Leluhur Pemersatu Relasi Keluarga

Editor: Makmun Hidayat

Warga asal Bangka Belitung itu bilang di masyarakat tempat asalnya ceng beng kerap dikenal dengan chin min. Makna kata chin berarti bersih dan ming maknanya cerah. Melalui ching ming menjadi penanda musim panas yang cerah akan segera datang. Waktu ching ming hingga 5 April mendatang memungkinkannya mengunjungi makam leluhur di Lampung dan Bangka.

“Karena sebagian keluarga memeluk Budha selesai kunjungi makam kami berdoa di Vihara Thay Hin Bio,” cetusnya.

Susanti Chen, salah satu warga Tanjung Karang mengaku ia telah membawa jamuan atau sesaji ke makam dan vihara. Sesuai tradisi leluhur jamuan yang dibawa menurutnya berupa daging hewan laut, darat dan udara. Selain otu ia membawa teh, arai dan berbagai buah segar. Kue jenis tutun dan persembahan hio yang dibakar menjadi penanda bakti kepada leluhur.

Berdoa di Vihara Thay Hin Bio dalam rangkaian ceng beng sebut Susanti Chen sekaligus berderma. Derma diberikan kepada pengurua vihara untuk mendoakan leluhur. Ia mengaku juga menyalakan lilin yang dipasang di vihara sebagai simbol terang bagi jalan leluhur menuju surga. Saat berada di makam ia juga membawa kim ci atau kertas sembahyang yang ditempel pada makam.

“Penempelan kertas sembahyang pada makam saat ceng beng sekaligus jadi simbol makam telah dikunjungi,” cetusnya.

Robert Wu dan Ling Sui Ni, warga Teluk Betung memilih akhir pekan untuk berziarah makam. Tradisi ceng beng sebutnya makam telah dibersihkan oleh pengelola sebagian dengan permintaan dari keluarga. Pembersihan dilakukan oleh anak anak sebagai generasi penerus. Namun sebagian memilih memakai jasa pembersih makam untuk memudahkan.

Lihat juga...