Usaha Pembuatan Genteng di Lamsel Diproduksi Secara Tradisional

Editor: Makmun Hidayat

LAMPUNG — Sejumlah gubuk yang dikenal dengan tobong atau berak untuk pembakaran genteng, bata menghiasi halaman sejumlah rumah. Hanya beberapa yang masih beroperasi, sebagian sudah dibiarkan tegak berdiri tanpa aktivitas.

Sarji (47), generasi kedua produsen genteng masih tetap memproduksi atap bangunan itu secara tradisional. Warga Desa Sukamulya, Kecamatan Palas, Lampung Selatan itu belajar secara otodidak. Seperti warga pada umumnya di desa tersebut sejak kecil telah belajar membuat genteng.

Ia mengaku membantu sang ayah bernama Kasimun (70) pada tahun 1990-an membuat genteng. Setelah sang ayah istirahat warisan keahlian membuat genteng diteruskan olehnya.

Teknik produksi genteng yang diwariskan sebut Sarji memakai cara tradisional. Awalnya genteng dicetak dengan sistem manual yang dikenal dengan genteng cepek. Selanjutnya alih teknologi produksi genteng memakai alat press sehingga disebut genteng press. Teknik penyiapan bahan baku memakai tanah liat semula memakai cangkul, beralih memakai mesin penghalus.

“Keahlian membuat genteng secara tidak langsung jadi warisan keluarga tanpa harus sekolah,setelah menikah dominan anak akan meneruskan keahlian sang ayah lalu membuka usaha sendiri agar mandiri dan semakin memperbanyak produsen genteng dalam satu desa,” terang Sarji saat ditemui Cendana News, Selasa (16/2/2021).

Sarji bilang pada masa sang ayah, per seribu genteng cepek dijual seharga Rp15.000. Seiring perkembangan zaman dengan alat semi modern kualitas produksi genteng meningkat. Per seribu genteng sebutnya dijual mulai harga Rp500.000 lalu naik menjadi Rp600.000 hingga kini mencapai Rp900.000 per seribu genteng. Kualitas ketebalan genteng menjadi pemicu harga meningkat.

Lihat juga...