Pendekatan Humanis Cegah Konflik Pelestarian Hutan
Editor: Koko Triarko
LAMPUNG – Kawasan penyangga hutan yang sebagian dikelola masyarakat, kerap bersinggungan dengan hutan lindung. Perambahan kerap tidak terhindarkan. Solusi mendekati masyarakat agar tetap hidup berdampingan dengan hutan tanpa merusak, juga kerap terkendala konflik kepentingan. Namun, dengan pendekatan persuasif dan humanis, upaya pelestarian hutan bisa dilakukan.
Idi Bantara, S.Hut.T.M.Sc mengakui adanya kendala untuk mencegah masyarakat sekitar agar tidak merusak hutan. Pendekatan persuasif menjadi cara baginya sebagai Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Way Seputih-Way Sekampung. Kebutuhan ekonomi, permukiman, kerap menjadi faktor alih fungsi hutan register menjadi lahan pertanian, dan berujung kerusakan imbas perambahan.

Idi Bantara bilang, pendekatan humanis menjadi cara agar pemangku kepentingan, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak berbenturan dengan masyarakat. Konsep perhutanan sosial diterapkan bersama sejumlah pihak di kawasan Register 38 Gunung Balak. Sebagian wilayah di Desa Girimulyo, Kecamatan Marga Sekampung, Lampung Timur, menjadi pilot project.
“Kawasan penyangga hutan Register 38 sudah ditempati masyarakat sejak puluhan tahun silam. Ditempati masyarakat di sejumlah desa, alih fungsi lahan tidak terhindarkan. Namun, sebagian warga ikut peduli dalam upaya merehabilitasi dengan konsep perhutanan sosial berkelanjutan,” terang Idi Bantara,S.Hut.T.M.Sc., saat dikonfirmasi Cendana News,Rabu (17/2/2021).