Pembangunan Pemecah Gelombang di Sikka Dinilai Bukan Solusi

Editor: Makmun Hidayat

MAUMERE — Pembangunan tanggul pemecah gelombang atau break water menggunakan dana dari pemerintah pusat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai bukan solusi jangka panjang.

Rafael Raga, pegiat lingkungan dan Direktur Yayasan Pengembangan Wilayah Tana Ai (Bangwita mengatakan yang seharusnya dilakukan untuk mengantisipasi fenomena pemanasan global saat ini dan ke depan adalah melakukan konservasi pantai serta muara Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Bangun pemecah gelombang bukan solusi jangka panjang sehingga harus dilakukan konservasi pantai untuk mencegah abrasi dalam jangka panjang,” kata Rafael Raga saat dihubungi, Rabu (6/1/2021).

Rafael Raga saat ditemui di rumahnya di Kelurahan Waioti, Kota Maumere, Sabtu (26/12/2020). -Foto: Ebed de Rosary

Selain melakukan konservasi mata air, juga penataan ruang sepadan pantai serta sepadan kali dan menaati regulasi tentang lingkungan hidup.

Dikatakannya, break water berbeda dengan turap pengaman pantai dimana semakin dibangun turap maka daerah yang belum dibangun turap akan terjadi abrasi parah.

“Turap pengaman pantai itu  bersifat memagari atau membentengi ombak atau air laut sehingga ombak atau air laut akan menggulung memanjang ke tempat yang belum di turap,” ucap mantan Ketua DPRD Kabupaten Sikka ini.

Rafael mencontohkan kasus abrasi sepanjang Pantai Lokaria, Wairhubing, Nubaarat dan di wilayah Pantai Depot Pertamina Maumere yang setiap tahun abrasinya kian parah akibat dampak pembangunan turap pengaman pantai.

Lihat juga...